Senin, 25 April 2016

KAJIAN TAFSIR MAUDHU’I JUAL BELI DALAM PERSPEKTIF TAFSIR AL-QUR’AN






















































































































Artinya: orang-orang yang Makan (mengambil) riba [9]tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. [10]Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu[11] (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.




























Dalam tafsir Ibn Katsir bahwa orang-orang yang menentang hukum Allah, dan berkata bahwa jual beli itu sama dengan riba, seakan akan mereka akan menggunakan qiyas yang terbalik dan keliru. Dan mengatakan “riba itu sama saja dengan jual beli, tetapi karena mereka tidak mengakui tuntunan syariat yang mengenai hukum jual beli yang halal dengan cara riba. Sedangkan dalam tafsir  Fi Zhilalil Qur’an kepandaian dan kesungguhan seseorang serta keadaan-keadaan alamiah yang berlangsung dalam kehidupan itulah yang menentukan untung ruginya.[16] Sedangkan bisnis ribawi keuntungannya sudah dipastikan dalam semua keadaan. Dan inilah perbedaan pokok dan alasan penghalalan dan pengharaman. Sesungguhnya setiap bisnis yang menjamin keuntungan dalam kondisi apapun adalah bisinis riba karena jaminan  dan kepastian keuntungan itu, hal tersebut bertentangan dengan rahasia Allah SWT tentang pendapatan yang diperoleh manusi.[17] Perbuatan riba pada dasarnya merusak kehidupan manusia.







Dalam tafsir Ibn Katsir  Allah SWT menceritakan hamba-hamba-Nya dan memperoleh pancaran nur iman dan takwa didada mereka, bahwa mereka tekun dalam ibadahnya. [18]Mereka tidak tergoda dan terganggu dari perniagaan dan jual beli, mereka dapat membagi kewajiban ukhrawi dan kewajiban duniawi, sehingga tidak sedikitpun tergeser amal dan kewajiban ukhrawi mereka oleh usaha duniawi mereka sebagaimana hadis Rasulullah SAW:













































































[1] Lihat Mukhtaar Ash-Shohhah, hal. 281
[2] Lihat Al-Mughni, Vol. III, hal 56
[3] As-Sharf: Tukar menukar alat tukar dengan alat tukar berbeda dalam suatu jenis, seperti emas dengan perak. Murathalah menurut madzab  Malikiyyah: Tukar menukar alat tukar dengan alat tukar yang sama dalam suatu jenis, seperti emas dengan emas.
[4] Mughni Al-Muhtaj Ila Ma’rifati Ma’mi Al-Fadzil minhaj (3:3)
[5] Imam Abi Zakaria al-Anshari, Fathu al-Wahab, al-Hidayah, Surabaya, hal. 157
[6] Larangan membunuh diri sendiri mencakup juga larangan membunuh orang lain, sebab membunuh orang lain berarti membunuh diri sendiri, karena umat merupakan suatu kesatuan.
[7] Maksudnya ialah makanan yang dimakannya yang berasal dari hasil Menyembunyikan ayat-ayat yang diturunkan Allah, menyebabkan mereka masuk api neraka.
[8] Maksudnya: Allah tidak berbicara kepada mereka dengan kasih sayang, tetapi berbicara dengan kata-kata yang tidak menyenangkan.
[9] Riba itu ada dua macam: nasiah dan fadhl. Riba nasiah ialah pembayaran lebih yang disyaratkan oleh orang yang meminjamkan. Riba fadhl ialah penukaran suatu barang dengan barang yang sejenis, tetapi lebih banyak jumlahnya karena orang yang menukarkan mensyaratkan demikian, seperti penukaran emas dengan emas, padi dengan padi, dan sebagainya. Riba yang dimaksud dalam ayat ini Riba nasiah yang berlipat ganda yang umum terjadi dalam masyarakat Arab zaman jahiliyah.
[10] Maksudnya: orang yang mengambil Riba tidak tenteram jiwanya seperti orang kemasukan syaitan.
[11] Riba yang sudah diambil (dipungut) sebelum turun ayat ini, boleh tidak dikembalikan.
[12] Syafa'at: usaha perantaraan dalam memberikan sesuatu manfaat bagi orang lain atau mengelakkan sesuatu mudharat bagi orang lain. syafa'at yang tidak diterima di sisi Allah adalah syafa'at bagi orang-orang kafir.
[13] Maksudnya: apabila imam telah naik mimbar dan muazzin telah azan di hari Jum'at, Maka kaum muslimin wajib bersegera memenuhi panggilan muazzin itu dan meninggalakan semua pekerjaannya.
[14]Syaikh Imam Al-Quthubi,  Tafsir Al-Qurthubi/ Syaikh Imam Al-Qurthubi, Penerjemah Fatthurrahman, Ahmad Hotib, Dudi Rasyadi, Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), hlm. 788
[15] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, pesan kesan dan keserasian, cet II. Hlm. 336
[16] Sayyid Quthb. Tafsir Fi Zhilalil Qur’an. Penerbit Gema Insani Press. Jakarta 2000. Hlm. 40
[17] lihat Terjemahan Qur’an Departemen Agama RI QS. Luqman ayat 34
[18] Salim Bahreisy. Terjemahan singkat tafsir Ibn Katsier, (Surabaya:PT.Bina ilmu,1993)hlm. 239
[19] Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari Penerjemah, Anshari Taslim dkk. (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), hlm. 273
[20] Hendra Waluya, 2014. http://www.alsofwa.com/14964/192-quran-tafsir-ayat-254-dari-surat-al-baqarah.html, diakses pada hari senin, 14 Desember 2015 jam. 21.00
[21] Syaikh Imam Al-Quthubi,  op.cit., hlm. 672
[22] Syaikh Imam Al-Quthubi,  op.cit., hlm. 673
[23] Ibid., hlm. 675
[24] Ibid., hlm. 676
[25] Tafsir Al-Banna Al-Bashri (1/429)
[26] Maksudnya: apabila imam telah naik mimbar dan muazzin telah azan di hari Jum'at, Maka kaum muslimin wajib bersegera memenuhi panggilan muazzin itu dan meninggalakan semua pekerjaannya.
[27] Salim Bahreisy., op.cit., hlm. 121
[28] Salim Bahreisy., op.cit., hlm. 122

1 komentar: