LINGKUNGAN HIDUP
PERSEPEKTIF ISLAM
Bambang
Baiturrahman (15770072)
A. Pendahuluan
Krisis lingkungan yang terjadi saat ini telah sampai
pada tahap serius yang mengancam eksistensi planet bumi dan kehidupan para
penghuninya. Perlahan tetapi pasti system lingkungan yang menopang kehidupan
manusia mengalami kerusakan yang semakin parah. Indikator kerusakan lingkungan
yang nampak terutama yang diakibatkan oleh degradasi lahan seperti banjir,
erosi dan sedimentasi sungai dan danau, tanah longsor, kelangkaan air (kuantitas
dan kualitas) yang berakibat terjadinya kasus kelaparan di beberapa wilayah
negara. Polusi air dan udara, pemanasan global, kerusakan biodiversitas,
kepunahan spesies tumbuhan dan hewan serta ledakan hama dan penyakit merupakan
gejala lain yang tak kalah seriusnya. Mewabahnya penyakit hewan dan manusia
yang mematikan akhir-akhir ini mulai dari demam berdarah, flu burung hingga
HIV, juga sebenarnya merupakan akibat dan dampak tidak langsung karena telah
terjadinya gangguan keseimbangan dan kerusakan lingkungan fisik maupun
non-fisik di permukaan bumi.
Berbagai kasus kerusakan lingkungan yang terjadi
baik dalam lingkup global maupun nasional, sebenarnya berakar dari perilaku
manusia yang tidak bertanggungjawab terhadap lingkungannya. Manusia merupakan penyebab
utama terjadinya kerusakan lingkungan di permukaan bumi ini. Peningkatan jumlah
penduduk dunia yang sangat pesat, mengakibatkan terjadinya eksploitasi intensif
(berlebihan) terhadap sumber daya alam, yang akibatnya ikut memacu terjadinya
kerusakan lingkungan terutama yang berupa degradasi lahan. Padahal lahan dengan
sumberdayanya berfungsi sebagai penyangga kehidupan hewan dan tumbuhan termasuk
manusia.
Upaya untuk penyelamatan lingkungan sebenarnya telah
banyak dilakukan baik oleh masyarakat maupun pemerintah melalui penyadaran
kepada masyarakat dan pemangku kepentingan (stakeholders), melalui pendidikan
dan pelatihan, pembuatan peraturan pemerintah, undang-undang, maupun melalui
penegakan hukum. Penyelamatan melalui pemanfaatan sain dan teknologi serta
program-program lain juga telah banyak dilakukan. Akan tetapi hasilnya masih
belum nyata sebagaimana yang diharapkan serta belum bisa mengimbangi laju
kerusakan lingkungan yang terjadi. Perusakan lingkungan dibeberapa tempat
dimuka bumi ini termasuk di negara kita masih tetap saja berlangsung, bahkan
lebih cepat lajunya serta lebih intensif seolah upaya-upaya pengendalian dan
perbaikan yang telah dilakukan tak ada pengaruhnya sama sekali.
Konsep Islam terkait lingkungan ini sebagian telah
diadopsi dan menjadi prinsip etika lingkungan yang dikembangkan oleh para
ilmuwan lingkungan. Prinsip-prinsip pengelolaan dan etika lingkungan yang
terdapat dalam ajaran Islam telah banyak pula yang dituangkan dalam beberapa
pasal dalam Kesepakatan atau perjanjian dunia yang berkaitan dengan pengelolaan
lingkungan. Akan tetapi konsep (ajaran) Islam ini tampaknya masih belum banyak
dipahami apalagi dijadikan pedoman dalam bersikap dan berperilaku terhadap
lingkungannya oleh sebagian besar umat Islam. Hal ini ditandai dari fakta
empirik yang menunjukkan bahwa berbagai kerusakan lingkungan baik dalam lingkup
nasional maupun global, ternyata sebagian besar terjadi di lingkungan yang
mayoritas penduduknya muslim. Atau barangkali dalam hal ini, disebabkan oleh
adanya kesalahan dalam pemahaman ajaran agama serta pendekatan yang dipilih
oleh umat Islam di berbagai belahan bumi.
Upaya-upaya praktis penyelamatan lingkungan dengan
memanfaatkan kemajuan sain dan teknologi rupanya tidak cukup untuk
mengendalikan perusakan lingkungan yang dilakukan oleh manusia. Permasalahan
lingkungan ternyata bukan hanya masalah teknis ekologi semata, akan tetapi juga
menyangkut teologi. Permasalahan yang menyangkut lingkungan sangat komplek
serta multi dimensi. Oleh karena itu nilai-nilai agama (ad-diin) yang universal
dan juga multi-dimensi bisa digunakan sebagai landasan berpijak dalam upaya
penyelamatan lingkungan baik dalam skala nasional maupun global.
B. Pembahasan
1.
Makna
Lingkungan
Lingkungan
alamiah (natural environment) yang sering dipendekkan menjadi “lingkungan” dan
yang dalam istilah bahasa kita sering disebut “lingkungan hidup”, diberi ta’rif
(pengertian) sebagai suatu keadaan atau kondisi alam yang terdiri atas
benda-benda ( makhluk) hidup dan benda-benda tak hidup yang berada di bumi atau
bagian dari bumi secara alami dan saling berhubungan antara satu dengan
lainnya. Lingkungan (alam) ini terdiri atas beberapa komponen kunci yakni:
a. Satuan
landscape lengkap yang berfungsi
sebagai system alami yang belum mengalami intervensi manusia, termasuk
didalamnya terdapat tanah, air, bebatuan, hewan dan tumbuhan, serta segala
fenomena alam yang terjadi dalam batas alami tersebut.
b. Sumber
daya alam umum dan fenomena yang tidak selalu berada di dalam batas-batas alami
tersebut seperti udara, iklim dan atmosfer, akan tetapi mempengaruhi dan dipengaruhi
oleh landscape yang bersangkutan.
c. Tampilan
atau keadaan alam yang terjadi di dalam batasbatas alami, akan tetapi keberadaannya
dan kondisinya sangat dipengaruhi oleh atau direkayasa oleh manusia, seperti
misalnya hewan liar di sebuah taman margasatwa atau kebun binatang. Dengan demikian
terdapat dua macam lingkungan yakni lingkungan alamiah (natural environment)
dan lingkungan buatan (built environment), yang antara keduanya berbeda sifat
dan kondisinya. Lingkungan buatan merupakan areal atau komponen alam yang telah
dipengaruhi atau direkayasa oleh manusia. Suatu wilayah geografis tertentu
misalnya hutan konservasi, pada umumnya masih dipandang sebagai lingkungan
alamiah, walaupun campur tangan manusia telah ada dalam wilayah tersebut, akan
tetapi masih sangat terbatas. Sedangkan areal cagar alam misalnya, merupakan
areal yang sama sekali belum ada campur tangan manusia didalamnya.[1]
Lingkungan meliputi yang dinamis (hidup) dan yang
statis (mati). Lingkungan dinamis meliputi wilayah manusia, hewan dan
tumbuhtumbuhan. Lingkungan statis meliputi alam yang diciptakan Allah swt, dan
industri yang diciptakan manusia. Alam yang diciptakan Allah, meliputi
lingkungan bumi, luar angkasa dan langit, matahari, bulan dan tumbuhtumbuhan.
Industri ciptaan manusia, meliputi segala apa yang digali manusia dari
sungai-sungai, pohon-pohon yang ditanam, rumah yang dibangun, peralatan yang
dibuat, yang dapat menyusut atau membesar, untuk tujuan damai atau perang[2].
Selanjutnya, beberapa ayat yang dapat didiskripsikan dalam kaitannya dengan
lingkungan hidup, yaitu ayat yang berkaitkan dengan fauna, flora, tanah, air
dan udara (Angin).
2.
Upaya-Upaya
Pelestarian Lingkungan Hidup
Lingkungan hidup terdiri dari, pertama;
Lingkungan hidup alami. Lingkungan hidup alami adalah kesatuan ruang dengan
semua benda, daya, keadaan, makhluk hidup, dan komponen biotik dan abiotik
lainnya tanpa dominasi manusia. Contoh lingkungan alami ialah hutan primer yang
belum tersentuh manusia. Terjadi suksesi alamiah tapi tetap terjadi
keseimbangan. Kedua; Lingkungan hidup binaan. Pada jenis lingkungan ini,
terjadi suksesi dalam hutan primer karena kegiatan manusia seperti penebangan
hutan, perladangan berpindah, penambangan, pembukaan lahan baru untuk
pertanian. Dengan begitu terjadinya perubahan karena kebutuhan manusia,
akhirnya melahirkan dampak (fisik, hayati, sosial, langsung bagi manusia.[3]
Keberadaan alam dan seluruh benda-benda yang
terkandung di dalamnya merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan. Secara
keseluruhan saling membutuhkan dan melengkapi kekurangannya. Kelangsungan hidup
dari setiap unsur kekuatan alam terkait dengan keberadaan hidup kekuatan lain.
Kejadian alam dan apa yang di dalamnya saling mendukung sehingga ia disebut
alam secara keseluruhan. Alam dan segala yang ada di dalamnya seperti
tumbuh-tumbuhan dan binatang termasuk manusia dan benda mati yang ada di
sekitarnya, serta kekuatan alam lainnya seperti angin, udara dan iklim
hakikatnya bagian dari keberadaan alam.[4]
Lingkungan berfungsi sebagai sumber daya karena
menyediakan unsur-unsur untuk produksi dan konsumsi. Produksi dan konsumsi
tidak akan lepas dari air, udara, darat/hutan dan lain lain. Faktor penting
terjaganya suplai air dan udara yang sehat ialah terpeliharanya hutan. Masalah
lingkungan dapat muncul karena adanya pemanfaatan sumber daya alam dan jasa
jasa lingkungan yang berlebihan sehingga meningkatkan berbagai tekanan terhadap
lingkungan hidup, baik dalam bentuk kelangkaan sumber daya dan pencemaran
maupun kerusakan lingkungan lainnya. Salah satu diantaranya ialah kerusakan
hutan. Untuk itu diperlukan penghijauan [5] untuk mengembalikan kembali fungsi hutan sebagai
“paru-paru” bumi. Seperti dijelaskan dalam firman Allah SWT:
ظَهَرَ
الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ
لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَالَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُون قُلْ سِيرُوا فِي
الأرْضِ فَانْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الَّذِينَ مِنْ قَبْلُ كَانَ
أَكْثَرُهُمْ مُشْرِكِينَ
Artinya
: ” Telah tampak kerusakan didarat dan dilaut akibat perbuatan tangan
manusia, Supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan
mereka, agar mereka kembali (kejalan yang benar). Katakanlah, ” Lakukanlah perjalanan
dimuka bumi dan perhatikannlah bagaimana kesudahan orang-orang terdahulu,
kebanyakan dari mereka itu adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allah).”
( QS. Ar-Ruum: 41-42 )
Tafsir Surah Ar-Rum
41-42
Pada ayat 41 surah ar-rum, terdapat penegasan Allah
bahwa berbagai kerusakan yang terjadi di daratan dan di lautan adalah akibat
perbuatan manusia. Hal tersebut hendaknya disadari oleh umat manusia dan
karenanya manusia harus segera menghentikan perbuatan-perbuatan yang
menyebabkan timbulnya kerusakan di daratan dan di lautan dan menggantinya
dengan perbuatan baik dan bermanfaat untuk kelestarian alam. (syamsuri, 2004:
116)
Kata zhahara pada mulanya berarti terjadinya
sesuatu dipermukaan bumi. Sehingga, karena dia dipermukaan, maka menjadi nampak
dan terang serta diketahui dengan jelas. Sedangkan kata al-fasad menurut
al-ashfahani adalah keluarnya sesuatu dari keseimbangan,baik sedikit maupun
banyak. Kata ini digunakan menunjuk apa saja, baik jasmani, jiwa, maupun
hal-hal lain.(Quraish Shihab, 2005: 76)
Ayat di atas menyebut darat dan laut sebagai tempat
terjadinya fasad itu. Ini dapat berarti daratan dan lautan menjadi arena
kerusakan, yang hasilnya keseimbangan lingkungan menjadi kacau. Inilah yang
mengantar sementara ulama kontemporer memahami ayat ini sebagai isyarat tentang
kerusakan lingkungan.( quraish shihab, 2005: 77)
Sedangkan pada ayat 42 surah ar-rum pula,
menerangkan tentang perintah untuk mempelajari sejarah umat-umat terdahulu.
Berbagai bencana yang menimpa umat-umat terdahulu adalah disebabkan perbuatan
dan kemusyrikan mereka, mereka tidak mau menghambakan diri kepada Allah, justru
kepada selain Allah dan hawa nafsu mereka.( Syamsuri, 2004: 116).
Selain itu pula, ayat ini mengingatkan mereka pada
akhir perjalanan ini bahwa mereka dapat mengalami apa yang dialami oleh orang-orang
musyrik sebelum mereka. Mereka pun mengetahui akibat yang diterima oleh banyak
orang dari mereka. Mereka juga melihat bekas-bekas para pendahulunya itu,
ketika mereka berjalan dimuka bumi, dan melewati bekas-bekas tersebut.(sayyid
quthb, 2003: 226) dan dengan melakukan perjalanan dimuka bumi juga dapat
membuktikan bahwa kerusakan-kerusakan di muka bumi ini adalah betul-betul
akibat perbuatan manusia yang tidak bertanggung jawab serta mengingkari nikmat
Allah, dan dengan melihat dan meneliti bukti-bukti sejarah, maka mereka dapat
mengambil pelajaran atas peristiwa-peristiwa yang telah lalu, yang pernah
menimpa umat manusia.(Moh.Matsna, 2004:84).
Allah SWT menciptakan alam semesta dan segala
isinya, daratan, lautan, angkasa raya, flora, fauna, adalah untuk kepentingan
umat manusia.
Manusia sebagai khalifah Allah, diamanati oleh Allah
untuk melakukan usaha-usaha agar alam semesta dan segala isinya tetap lestari,
sehingga umat manusia dapat mengambil manfaat, menggali dan mengelolanya untuk
kesejahteraan umat manusia dan sekaligus sebagai bekal dalam beribadah dan
beramal shaleh.
Ketamakan manusia terhadap alam seperti
tersebut,telah berakibat buruk terhadap diri mereka sendiri, seperti longsor,
banjir, dll.
Diperlukan upaya yang keras dan konsisten dari kita
semua sebagai khalifah Allah agar kewajiban untuk memelihara dan melestarikan
alam demi kesejahteraan bersama tetap terjaga. Dalam melaksanakan kewajibannya,
sebagai khalifah juga umat manusia, kita disuruh untuk mempelajari sejarah
umat-umat terdahulu dan mengambil pelajaran darinya.(Syamsuri, 2006:97).
Dalam satu ayat di dalam Zabur yang diturunkan
kepada Nabi yang dahulu, kemudian di ulangi lagi oleh Tuhan dalam wahyu-Nya
kepada Nabi Muhammad Saw. Yang berarti : “Sesungguhnya telah Kami tuliskan
di dalam Zabur dari sesudah peringatan, sesungguhnya bumi ini akan diwarisi
dianya oleh hambaKu yang shalih”.[6]
Pelestarian lingkungan dari perspektif yuridis
fiqhiyah hukumnya adalah wajib mendorong manusia untuk menghijaukan lingkungan.
Dorongan tersebut dipertegas dengan sabda Rasul saw “iming-iming” sedeqah bagi
pelaku kebaikan tersebut. Dengan kata lain, menanam pohon, menabur benih akan
dipandang sebagai amal jariyah, sebagai sunnah al-hasanah dengan ganjaran, baik
di dunia berupa terjaganya keseimbangan alam, sumber pangan dan papan (untuk
kasus lingkungan) serta balasan akhirat. Bahkan di hadis riwayat Ahmad dari
Anas bin Malik, Rasul bersabda:
حدثنا
عن عبدالله حدثني إبنى بهزثناحمادثناهشم بن زيد قال سمعت أنس بن مالك قال قال رسول
الله صلى الله عليه وسلم: ان قمت السعاعة وبيد أحدكم فسيلة فإن الستطاع ان لا يقوم
حتى يغرسها فليفعل [7]
Artinya:
“Rasulullah saw bersabda, sekiranya kiamat datang, sedang di tanganmu ada
anak pohon kurma, maka jika dapat (terjadi) untuk tidak berlangsung kiamat itu
sehingga selesai menanam tanaman, maka hendaklah dikerjakan (pekerjaan menanam
itu)”. (HR.Ahmad).
Hadis di atas semakin memperkuat bahwa menanam
pepohonan dianjurkan dalam Islam. Redaksi hadis tersebut bergaya bahasa
hiperbola atau mungkin juga majazi. Mana mungkin ada orang yang masih sempat
berpikir untuk menanam, ketika kiamat sudah menjelang? Lalu mengapa Nabi yang
mengetahui secara pasti kondisi manusia saat menjelang kiamat, mendorong
manusia menanam pepohonan saat genting begitu? Dengan demikian, pesan hadis
tersebut jelas. Menanam pepohonan penting, untuk tidak mengatakan maha penting.
Hadis ini jelas merupakan elaborasi dari sekian banyak ayat AlQur’an. Tetumbuhan
dan berbagai istilah ikutannya disebutkan cukup banyak oleh Al-Qur’an. Sayyid
Abdul Sattar al-Maliji misalnya melihat sekitar 115 ayat yang berbicara tentang
tetumbuhan dalam berbagai aspeknya. Bahkan Tim Lajnah Pentaṣhih Muṣhaf
Al-Qur’an menyebut 62 entri kosa kata terkait tetumbuhan dan pepohonan dalam
Al-Qur’an[8].
Salah satu ayat yang mengindikasikan fungsi tetumbuhan untuk menjaga
keseimbangan ekosistem yaitu Q.S. Al Mu’minūn/23:19.
فَأَنْشَأْنَا
لَكُمْ بِهِ جَنَّاتٍ مِنْ نَخِيلٍ وَأَعْنَابٍ لَكُمْ فِيهَا فَوَاكِهُ كَثِيرَةٌ
وَمِنْهَا تَأْكُلُونَ
Artinya:
"Lalu dengan air itu, Kami tumbuhkan untuk kamu kebun-kebun kurma dan
anggur; di dalam kebun-kebun itu kamu peroleh buah-buahan yang banyak, dan
sebagian dari buah-buahan itu kamu makan," (QS. Al Mu’minūn: 19).
Kebun atau hutan selain sebagai penyedia sumber
makanan, juga sekaligus sumber papan, ekonomi dan lain-lain. Yang terpenting
diantara sekian banyak fungsinya ialah menjaga ketersediaan air, menjaga
labilitas tanah serta menjadi tempat bagi tumbuh berkembangnya kekayaan hayati.
Namun karena manusia cenderung melampaui batas, rakus dan tamak sehingga menggunakan/memanfaatkan
hutan secara berlebihan, akibatnya sangat fatal bagi lingkungan secara
keseluruhan. Atas dasar ini, boleh jadi, menjadi inspirasi masyarakat dunia
sekarang mengkampanyekan Go Green atas kekhawatiran meluasnya kerusakan akibat
global warming. Go Green dimaksud ialah proses penghijauan dengan menanam.
Nabi dalam sabdanya tidak menjelaskan apa yang ditanam, jumlahnya berapa,
dimana ditanam. Esensi sabda tersebut ialah semangat menanam dan bersifat umum
lagi universal. Mengenai jenis, jumlah, teknis penanaman sangat variatif dan
bersifat local. Artinya tergantung kebutuhan dan kondisi lingkungan masing-
masing di mana manusia itu berada.
Kematian sebuah tanah akan terjadi kalau tanah itu
ditinggalkan dan tidak ditanami, tidak ada bangunan serta peradaban, kecuali
kalau kemudian tumbuh didalamnya pepohonan. Tanah dikategorikan hidup apabila
di dalamnya terdapat air dan pemukiman sebagai tempat tinggal. Artinya
Menghidupkan lahan mati adalah ungkapan dalam khazanah keilmuan yang diambil
dari pernyataan Nabi saw, dalam bagian matan hadis, yakni من أحيا أرضاً ميتةً فهي له [9](Barang
siapa yang menghidupkan tanah (lahan) mati maka ia menjadi miliknya). Dalam
hadis ini Nabi saw, menegaskan bahwa status kepemilikan bagi tanah yang kosong
adalah bagi mereka yang menghidupkannya, sebagai motivasi dan anjuran bagi
mereka yang menghidupkannya.
3.
Adab
Terhadap Lingkungan
Islam mengajarkan hidup selaras dengan alam. Banyak
ayat Al-quran maupun hadis yang bercerita tentang lingkungan hidup. Dan kitab
fikih yang menjadi penjabaran keduanya, masalah lingkungan ini masuk dalam
bidang jinayat (hukum). Realita yang terjadi saat ini ilegaloging, penebangan
pasir, pengerukan bukit, dan lain-lain, ini menunjukkan bahwa manusia dengan
keegoisan dan ketamaan-nya tidak menyadari atas pebuatan dan perilakunya bahwa
sudah merusak dan kurang menjaga
terhadap kelestarian lingkungan sebagai fasilitas dari Allah yang di anugrahkan
kepada manusia sebagai mahluk hidup.
Ada dua ajaran dasar yang harus diperhatikan umat
Islam. Dua ajaran dasar itu merupakan dua kutub di mana manusia hidup. Yang
pertama, rabbul’alamin. Islam mengajar bahwa Allah SWT itu adalah Tuhan semesta
alam. Jadi bukan Tuhan manusia atau sekelompok manusia, bukan itu. Dari awal
manusia yang bersedia mendengarkan ajaran Islam sudah dibuka wawasannya begitu
luas bahwa Allah SWT adalah Tuhan semesta alam. Orang Islam tidak boleh
berpikiran picik, Allah SWT bukan saja Tuhan kelompok mereka, Tuhan manusia,
melainkan Tuhan seluruh alam. Jadi Tuhan yang kita sembah adalah Tuhan semua
alam. Dan alam di hadapan Tuhan, sama. Semuanya dilayani oleh Allah, dilayani
oleh Allah sama dengan manusia.
Kutub yang kedua adalah rahmatan lil’alamin. Artinya
manusia diberikan sebagai amanat untuk mewujudkan segala perilakunya dalam
rangka kasih sayang terhadap seluruh alam. Kalau manusia bertindak dalam semua
tindakannya berdasarkan kasih sayangnya kepada seluruh alam, tidak saja sesama
manusia, namun juga kepada seluruh alam. seorang Muslim yang benar-benar
meyakini Alquran dan hadis, dia tidak akan sewenang-wenang terhadap alam.
Dalam Al-Qur’an Allah berfirman:
وَلَا
تُفْسِدُوا۟
فِى ٱلْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَٰحِهَا وَٱدْعُوهُ خَوْفًا وَطَمَعًا ۚ
إِنَّ رَحْمَتَ ٱللَّهِ قَرِيبٌ مِّنَ ٱلْمُحْسِنِينَ
Artinya:
“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah)
memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima)
dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada
orang-orang yang berbuat baik”.(QS. Al-A’raf: 56).
-Tafsir
surat Al-A’raf: 56 menurut Ibnu Katsir
وَلَا
تُفْسِدُوا۟
فِى ٱلْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَٰحِهَا
Artinya
“Dan janganlah kalian membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya”.
Allah Swt. melarang perbuatan yang menimbulkan
kerusakan di muka bumi dan halhal yang membahayakan kelestariannya sesudah
diper baiki. Karena sesungguhnya apabila segala sesuatunya berjalan sesuai
dengan kelestariannya, kemudian terjadilah pengrusakan padanya, hal tersebut
akan membahayakan semua hamba Allah. Maka Allah Swt. melarang hal tersebut, dan
memerintahkan kepada mereka untuk menyembahNya dan berdoa kepadaNya serta
berendah diri dan memohon belas kasihanNya. Untuk itulah Allah Swt. Berfirman
وَٱدْعُوهُ
خَوْفًا وَطَمَعًا
“dan
berdoalah kepadaNya dengan rasa taha (tidak akan diterima) dan harapan (akan
dikabulkan)”
Yakni dengan perasaan takut terhadap siksaan yang
ada di sisiNya dan penuh harap kepada pahala berlimpah yang ada di sisiNya.
Kemudian dalam firman selanjutnya disebutkan:.
إنَّ رَحْمَتَ
ٱللَّهِ قَرِيبٌ مِّنَ ٱلْمُحْسِنِينَ
“Sesungguhnya
rahmat Allah amat dekat kepada orangorang yang berbuat baik”.
Maksudnya, sesungguhnya rahmat Allah selalu
mengincar orangorang yang berbuat kebaikan, yaitu mereka yang mengikuti
perintahperintahNya dan menjauhi laranganlaranganNya.[10]
Penulis menyimpulkan bahwasanya ayat di atas adalah
larangan terhdap manusia berbuat kerusakan di muka bumi apa yang telah di
ciptakan Allah dan di tata sebaik mungkin, agar manusia senantiasa menjaga dan
memelihara terhadap kelestarian lingkungan dan mengagungkan terhadap ciptaan
Allah sebagai bentuk rasa syukur manusia kepada sang Pencipta, dan penulis
setuju atau sependapat dengan penjelasan
tafsir Ibnu katsir yang telah di uraikan di atas.
- Lingkungan Sebagai Suatu Sistem
Suatu
sistem terdiri atas komponen-komponen yang bekerja secara teratur sebagai suatu
kesatuan. Atau seperangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan sehingga
membentuk suatu totalitas. Lingkungan terdiri atas unsur biotik (manusia,
hewan, dan tumbuhan) dan abiotik (udara, air, tanah, iklim dan lainnya). Allah
SWT berfirman :
وَالأرْضَ
مَدَدْنَاهَا وَأَلْقَيْنَا فِيهَا رَوَاسِيَ وَأَنْبَتْنَا فِيهَا مِنْ كُلِّ
شَيْءٍ مَوْزُونٍ (١٩) وَجَعَلْنَا لَكُمْ
فِيهَا مَعَايِشَ وَمَنْ لَسْتُمْ لَهُ بِرَازِقِينَ (٢٠) وَإِنْ مِنْ شَيْءٍ إِلا
عِنْدَنَا خَزَائِنُهُ وَمَا نُنَزِّلُهُ إِلا بِقَدَرٍ مَعْلُومٍ (٢١)
Artinya:
" Dan Kami telah menghamparkan bumi dan Kami menjadikan padanya
gunung-gunung serta Kami tumbuhkan di sana segala sesuatu menurut ukuran. Dan
Kami telah menjadikan padanya sumber-sumber kehidupan untuk keperluanmu, dan (Kami ciptakan pula)
makhluk-makhluk yang bukan kamu pemberi rezekinya. Dan tidak ada suatu pun
melainkan pada sisi Kamilah khazanahnya; Kami tidak menurunkannya melainkan
dengan ukuran tertentu. (QS. Al-hijr : 19-21)
-Tafsir
surat Al-hijr : 19-21
Seorang ahli fiqih, dhamighi menjelaskan bahwa yang
di maksud menbentangkan dalam surah Ar-rad 3 adalahmenghamparkan.
Sedangkan yang di aksud dalam firman-nya, “dan
dialah Tuhan yang membentangkan bumi” Al-Faraa mengemukakan bahwa yang di
maksud dengan membentangkan adalah menghamparkan-nya, baik panjang maupun
lebarnya. Sedangkan al-Ashim mengungkapkan bahwa yang di maksud membentang
adalah menghamparkan tiada batas. Batasan yang tampak oleh mata initidak
menghalangi batasan yang lainkarna jauhnya batasan yang ada.
Dalam tafsirnya akan ayat ini, Maraghi mengungkapkan
bahwa Allah menjadikan bumi ini keluasan bentangannya, baik panjang maupun
lebarnya, dengan bentangannya itulah tapak kaki mahluk hidupmampu berdiri
tegak. Hal ini pun membawa mamfaat bagi binatang maupun manusia, khususnya di
bidang pertanian, dengan bentuknya itu, perut bumi pun akhirnya bias
memproduksi barang tambang, di antaranya adalah minyak bumi. Dengan bentangan
bumi pulalah manusia pun akhirnya bias mencari nafkah kehidupan.
Ibnu Katsir dalam tafsirnya akan firmannya, “yang
telah menjadikan bagimu bumi sebagai hamparan” yakni kokoh hingga manusia bias
menempatinya, berdiri di atasnya, tidur dan juga bepergian di atasnya,
sedangkan ar-Razi dalam tafsiran firman-Nya, “dan kami telah menghamparkan
bumi dan menjadikan padanya gunung-gunung dan kami tumbuhkan padanya segala
sesuatu menurut ukuran”, mengmukakan bahwa yang di maksud dengan
menghamparkan adalah membentangkan, sedangkan yang di maksud menjadikan
daripadanya gunung-gunung adalah mengukuhkan pengunungan di bumi hingga kondisi
manusia tidak mudah guncang, sedangkan kata kembali dalam firman-Nya, “dan
kami telah menjadikan untukmu di dalamnya” yakni bumi dan juga bias berarti
pegunungan. Bila kata kembalinya adalah bumi, maka dapat di pahami bahwa yang
di tumbuhkan sesuai ukuran adalah tumbuh-tumbuhan. Sedangkan bila kata
kembalinya adalah pegunungan, maka yang sesuai ukuran adalah kekokohannya karena
itulah yang bias menyeimbangkan bumi ini.[11]
Penulis menyimpulkan terkait dengan lingkungan hidup
bahwa, bagaimana Allah mempersiapkan bumi ini hingga bisa di tempati oleh
mahluknya, Allah membentangkan bumi demi kepentingan hamba-hamba-Nya, di
jadikanlah pegunungan sebagai pasak yang kokoh hingga menjaga bumi dari
goncangan, inilah bumi yang di lihat saat ini, bumi yang sangat indah di
pemandangan, dan begitu pula pegunungannya yang banyak tersebar di muka bumi,
serta beragam tumbuhan yang menjaga keseimbangannya ekosistem di muka bumi ini,
dari kesemuanya inilah, Allah menjadikan kehidupan bagi manusia di muka bumi
ini dan memberikan rezeqi, hingga manusia mampu bertahan hidup.
C. Kesimpulan
Menjaga
kelestarian alam dan lingkungan sekitar, Tumbuhan dan binatang merupakan bagian
dari alam, diciptakan oleh Allah Swt demi kelangsungan hidup manusia yang terus menerus, alam dan isinya, untuk
dimanfaatkan manusia. dan sumber kehidupan manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan
dan lain-lain pada hakikat-nya adalah bergantung pada air. Lingkungan hidup
merupakan dukungan terhadap kehidupan dan kesejahteraan, Oleh karena itu
lingkungan harus tetap terjaga keserasian dan kelangsungan hidupnya sehingga
secara berkesinambungan tetap dalam fungsinya sebagai pendukung kehidupan.
Manusia Sebagai mahluk hidup yang berasasl dari bumi,hidup di bumi, sepantasnya
manusia menjaga, melestarikan, dan memanfatkan sesuai dengan kebutuhannya sebagai
ungkapan syukur atas pemberian-Nya.
Ini adalah
alasan yang mungkin mengapa Allah menyebutkan secara eksplisit dalam Al-Qur'an
tentang petingnya lingkungan hidup dan cara-cara Islami dalam mengelola dunia
ini. Kualitas lingkungan hidup sebagai indikator pembangunan dan ajaran Islam
sebagai teknologi untuk mengelola dunia jelas merupakan pesan strategis dari
Allah SWT untuk diwujudkan dengan sungguh-sungguh oleh setiap muslim.
Daftar
Rujukan
M.
Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah , Jakarta,Lentera Hati,2002
Prof.
Dr. Hamka, Tafsir Al-Azhar (Jakarta, Pustaka PanjiMas,1999)
Ibnu
Katsir / Lubaabut tafsir min Ibnu Katsiir. Bogor : Pustaka Imam AsySyafi'i,
2004.
Matsna, Mohammad. 2004. Al-Qur’an Hadits Madrasah
Aliyah. Semarang: PT Karya Toha Putra
Quthb,
Sayyid. 2003. Tafsir Fi Zhilalil Qur’an. Jakarta: Gema Insani Press
Shihab,
Quraish. 2005. Tafsir Al-Misbah. Jakarta: Lentera Hati
Syamsuri.
2004. Pendidikan Agama Islam untuk SMA kelas XI. Jakarta: Erlangga
Departemen
Agama RI., Tafsir Al-Qur’an Tematik, Seri 4 (Cet. I; Jakarta: Lajnah Pentaṣhih
Muṣhaf Al-Qur’an, 1430 H/2009 M)
Dr.
Ahzami Jazuli samiun kehidupan dalam pandangan Islam,(Jakrta: Gema insane press
2006),
[1] Kementerian
Lingkungan Hidup, Majelis Lingkungan Hidup PP Muhammadiyah (Cetakan II, Agustus
2011).Hal 12-13
[2] Mujiono
Abdillah, Agama Ramah Lingkungan Perspektif Al-Qur’an (Cet I; Jakarta:
Paramadina,
2001), h. 30
[3] Ensiklopedia
Nasional Indonesia, Jilid 9 ( Jakarta: PT. Cipta Adi Pustaka, 1990), h. 395-396
[4] Fazhlur Rahman,
Al-Qur’an Sumber Ilmu Pengetahuan, alih bahasa M. Arifin (Jakarta:
Bina Aksara, 1987), h. 76
[5] Proses, cara,
perbuatan membuat sesuatu menjadi hijau; penanaman (tanah/lereng yang telah gundul). Lihat Departemen
Pendidikan Nasional, op.cit., h. 498.
[6] Prof. Dr. Hamka,
Tafsir Al-Azhar (Jakarta, Pustaka PanjiMas,1999) Hal.94
Musnad
Anas bin Malik ra, Juz 3, h. 191.
[8] Lihat Badan Litbang dan Diklat
Departemen Agama RI., Tafsir Al-Qur’an Tematik, Seri 4 (Cet. I; Jakarta: Lajnah
Pentaṣhih Muṣhaf Al-Qur’an, 1430 H/2009 M), h. 1779.
[10] Ibnu Katsir / Lubaabut tafsir
min Ibnu Katsiir,Juz 8. Bogor : Pustaka Imam AsySyafi'i, 2004.hal 361-362
Tidak ada komentar:
Posting Komentar