MAKNA
SABAR DALAM Q.S. AL-BAQARAH AYAT 45 DAN 153
Ely
Fitriani (1577012)
A. Pendahuluan
Problema
yang dihadapi manusia di dunia ini sangatlah berbeda-beda. Dalam menghadapi cobaan
yang ada, salah satunya yaitu dengan cara bersabar diri. Al-Qur`an adalah petunjuk
dan syariat Allah yang sempurna bagi umat manusia, baik yang berkaitan dengan
urusan agama maupun yang berkaitan dengan urusan dunia. Allah SWT telah
menganjurkannya untuk bersabar, bahwa semua apa yang menimpanya dalam kehidupan
di dunia tidak lain cobaan dari Allah SWT banyak mufassir melakukan penafsiran
terhadap ayat Al-Qur’an agar permasalahan yang ada di sekitarnya dapat
diselesaikan dengan nilai-nilai Al-Qur`an. Menghadapi hidup ini, setiap manusia
tentunya ingin tetap sehat baik lahir maupun batin, sebagai solusi
mengatasinya adalah selalu
sabar dan tegar dalam
situasi dan kondisi
yang baik dan
buruk dengan tetap
dilandasi iman dan taqwa
pada Allah SWT.
Apapun bentuknya, baik
itu berupa nikmat
atau musibah hendaknya diterima
sebagai karunia Allah
SWT yang wajiB disyukuri sesuai
dengan ketentuan syariat
agama Islam.
Seperti
halnya kedua mufassir, abad ke-20 M yakni M. Quraish Shihab dalam karya
tafsirnya Al-Mishbah dan Hamka dalam tafsirnya Al-Azhar. Kedua tokoh tersebut
dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur`an menggunakan metode yang sama yakni metode
tahlili dan corak tafsirnya adalah adabi ijtima’i. Dalam hal ini, penulis
ingin membahas penafsiran kedua tokoh tersebut tentang sabar dalam
QS.Al-Baqarah saja. Lebih spesifiknya dalam ayat 45 dan 153. Tulisan ini
diharapkan dapat memperluas khazanah ilmu pengetahuan agama, dan diharapkan
bisa memberi satu pedoman bagi umat Islam di era modern, dalam menghadapi
problematika kehidupan.
B. Pembahasan
1. Tinjauan tentang Sabar
Kata shabr terdiri dari huruf shad, ba dan ra.
Bentuk masdar dari fi’il madhi yaitu shabara.[1] Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia sabar berarti tahan menghadapi cobaan (tidak lekas marah, tidak
lekas putus asa, tidak lekas patah hati, tenang, tidak tergesa-gesa, tidak
terburu nafsu).[2]
Sabar merupakan pilar kebahagiaan seorang
hamba. Dengan kesabaran itulah seorang hamba akan terjaga dari kemaksiatan, konsisten menjalankan
ketaatan, dan tabah dalam menghadapi berbagai macam cobaan.[3] Sabar
salah satu akhlak Qur’ani yang paling utama dan ditekankan oleh Al-Qur’an baik
pada surat-surat Makkiyyah maupun Madaniyyah, serta merupakan akhlak
yang terbanyak sebutannya dalam Al-Qur’an.[4]
Berdasarkan pemaparan tentang sabar di atas,
maka penulis ingin mengulas tafsiran tentang sabar dalam Q.S. Al-Baqarah ayat
45 dan 153, menurut M. Quraish Shihab dalam kitab tafsirnya Al-Mishbah dan Hamka
dengan kitab tafsirnya al-Azhar.
2. Penafsiran Ayat tentang Sabar
a.
Penafsiran M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah
1)
Q.S. Al-Baqarah ayat 45
(qZÏètFó$#ur Îö9¢Á9$$Î/ Ío4qn=¢Á9$#ur 4 $pk¨XÎ)ur îouÎ7s3s9 wÎ) n?tã tûüÏèϱ»sø:$# ÇÍÎÈ
Terjemahnya: “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, dan sesungguhnya yang demikian
itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’.”[5]
Dalam penafsiran ayat ini ada yang memahami
ayat ini sebagai lanjutan tuntutan kepada orang-orang Yahudi. Thahir Ibn ‘Asyur
menulis bahwa ayat ini ditujukan kepada Bani Israil sebagai petunjuk guna membantu mereka melaksanakan
segala apa yang diperintahkan oleh ayat-ayat lalu. Petunjuk yang dikandung ayat
ini sungguh pada tempatnya, karena setelah mereka diajak disertai dengan janji
dan ancaman, maka dapat diduga keras bahwa tidak ada lagi jalan masuk
bagi setan ke
dalam hati mereka, tidak ada juga
tempatnya untuk mundur bahkan kini
mereka telah bersiap-siap untuk melaksanakan perintah-perintah Allah.
Namun demikian, boleh jadi kebiasaan lama masih memberatkan langkah mereka,
maka ayat ini menyodorkan resep yang amat
ampuh agar mereka dapat melangkah maju menuju kebajikan. Kandungan resep itu
adalah shalat dan sabar.[6]
Dalam ayat ini memerintahkan: Mintalah
pertolongan yakni kukuhkan jiwa kamu dengan sabar yakni menahan diri dari
rayuan menuju nilai rendah dan dengan shalat yakni dengan mengaitkan jiwa dengan
Allah SWT. serta memohon kepada-Nya guna
menghadapi segala kesulitan serta
memikul segala beban. Dan sesungguhnya yang demikian itu yakni shalat dan sabar itu, atau beban yang
akan kamu pikul sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’,
yakni orang-orang yang tunduk dan yang
hatinya merasa tenteram dengan berdzikir kepada Allah.[7]
2)
Q.S. Al-Baqarah ayat 153
$ygr'¯»t z`Ï%©!$# (#qãZtB#uä (#qãYÏètGó$# Îö9¢Á9$$Î/ Ío4qn=¢Á9$#ur 4 ¨bÎ) ©!$# yìtB tûïÎÉ9»¢Á9$# ÇÊÎÌÈ
Terjemahnya: “Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai
penolongmu, Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.”[8]
Penafsiran dalam ayat ini untuk mengajak
orang-orang yang beriman untuk menjadikan shalat seperti yang diajarkan Allah
di atas dan dengan mengarah ke kiblat, dan kesabaran sebagai penolong untuk menghadapi
cobaan hidup.[9]
Kata ash-shabr
atau sabar yang dimaksud mencakup banyak
hal: sabar menghadapi ejekan dan rayuan, sabar dalam petaka dan
kesulitan, serta sabar dalam berjuang menegakkan kebenaran dan keadilan.
Penutup ayat yang menyatakan sesungguhnya Allah
bersama orang-orang yang sabar mengisyaratkan bahwa jika seseorang ingin
berhasil memperjuangkan kebenaran dan keadilan, maka ia harus menyertakan Allah
dalam setiap langkahnya. Ia harus bersama Allah dalam kesulitannya, dan dalam
perjuangannya. Ketika itu, Allah Yang
Maha Mengetahui, Maha Perkasa, lagi Maha Kuasa pasti membantunya, karena
Dia pun telah bersama hamba-Nya. Tanpa kebersamaan itu, kesulitan tidak akan
tertanggulangi bahkan tidak mustahil kesulitan diperbesar oleh setan dan nafsu
amarah manusia itu sendiri.
Karena kesabaran membawa kepada kebaikan dan
kebahagiaan, maka manusia tidak boleh berpangku tangan, atau terbawa kesedihan
oleh petaka yang dialaminya, ia harus berjuang dan berjuang. Memperjuangkan kebenaran,
dan menegakkan keadilan, dapat mengakibatkan kematian. Puncak petaka yang memerlukan
kesabaran adalah kematian, maka ayat selanjutnya mengingatkan setiap orang
untuk tidak menduga yang gugur dalam perjuangan di jalan Allah telah mati.
Mereka tetap hidup. Mereka hidup, walau tidak disadari oleh yang menarik dan menghembuskan nafas.[10]
b.
Penafsiran Hamka dalam Tafsir Al-Azhar
1) Q.S. Al-Baqarah ayat 45
(qZÏètFó$#ur Îö9¢Á9$$Î/ Ío4qn=¢Á9$#ur 4 $pk¨XÎ)ur îouÎ7s3s9 wÎ) n?tã tûüÏèϱ»sø:$# ÇÍÎÈ
Terjemahnya: “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, dan sesungguhnya yang demikian
itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’.”[11]
Hal ini adalah pesan dalam rangka nasihat
kepada pemuka-pemuka Yahudi, sebagai merangkul mereka ke dalam suasana Islam,
supaya meminta tolong kepada Tuhan, pertama dengan sabar, tabah, tahan hati dan
teguh, sehingga tidak berkucak bila datang gelombang kesulitan. Maka sabar
sebagai benteng, dan dengan sembahyang, supaya jiwa itu selalu dekat dan lekat
kepada Tuhan. Orang yang berpadu diantara sabarnya dengan sembahyangnya, akan jernihlah hatinya
dan besar jiwanya
dan tidak ada akan rintangan dengan perkara-perkara
kecil lainnya.
Ujian yang harus kita tempuh dalam menyeberangi
kehidupan ini kadang-kadang sangatlah besarnya. Sehingga jiwa harus kuat dan
pendirian harus kokoh. Sebab itu untuk memintakan agar selalu mendapat
pertolongan dari Tuhan, agar kita dikuatkan menghadapi kesulitan itu, tidaklah
boleh terpisah diantara keduanya ini. Sabar dan shalat yaitu membuat hati jadi tabah dan selalu
mengerjakan sembahyang.[12]
Dan perlu untuk diingat bahwa betapapun dalam
menyabarkan hati, kadang-kadang karena beratnya yang dihadapi, jiwa bisa
bergoncang juga. Maka dengan sembahyang khusyu’ sekurang-kurangnya 5 waktu
sehari semalam, hati yang tadi
nyaris lemah niscaya
akan kuat kembali.
Maka sabar dan sembahyang
itulah alat pengokohan
pribadi bagi orang
Islam. Sebab selalu terjadi di dalam kehidupan, suatu marabahaya yang
kita hadapi sangatlah sakitnya, kadang-kadang tidak tertanggung, padahal
kemudian, setelah marabahaya itu lepas, barulah kita ketahui bahwa bahaya-bahaya
yang kita lalui itu adalah mengakibatkan suatu nikmat yang amat besar bagi diri
kita sendiri. Dalam cerita Nabi Ibrahim kita akan bertemu kenyataan itu. Nabi Ibrahim diuji dengan berbagai ujian, dan
setelah dengan segala kesabaran ditempuhnya ujian itu dan diseberanginya.
2) Q.S. Al-Baqarah ayat 153
$ygr'¯»t z`Ï%©!$# (#qãZtB#uä (#qãYÏètGó$# Îö9¢Á9$$Î/ Ío4qn=¢Á9$#ur 4 ¨bÎ) ©!$# yìtB tûïÎÉ9»¢Á9$# ÇÊÎÌÈ
Terjemahnya: “Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai
penolongmu, Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.”[13]
Maksud ayat ini adalah suatu cita-cita yang
tinggi. Menegakkan kalimat Allah, memancarkan tonggak tauhid dalam alam.
Memberantas perhambaan diri kepada yang selain Allah. Apabila langkah ini telah
dimulai, halangannya pasti banyak, jalannya pasti sukar. Bertambah mulia dan
tinggi yang dituju, bertambah sukarlah yang dihadapi.[14]
Oleh sebab itu dia meminta semangat baja, hati
yang teguh dan pengorbanan-pengorbanan yang tidak mengenal lelah. Betapapun
mulianya cita-cita, kalau hati tidak teguh dan tidak ada ketahanan, tidaklah
maksud akan tercapai. Nabi-nabi yang
dahulu daripada Nabi Muhammad SAW semuanya telah menempuh jalan itu dan
semuanya menghadapi kesulitan. Kemenangan mereka hanya pada kesabaran. Maka
kamu orang yang telah menyatakan iman kepada Nabi Muhammad SAW wajiblah sabar, sabar
menderita, sabar menunggu hasilnya apa yang dicita-citakan. Jangan gelisah tetapi
hendaklah tetap hati.[15]
Sampai seratus satu kali kalimat sabar tersebut
dalam Al-Qur’an. Hanya dengan sabar orang dapat mencapai apa yang
dimaksud. Hanya dengan sabar orang bisa
mencapai derajat iman dalam perjuangan. Hanya dengan sabar menyampaikan nasehat
kepada orang yang lalai. Hanya dengan
sabar kebenaran dapat ditegakkan.
Dalam masa lebih dari 25 tahun Nabi Ya’kub
menunggu dengan sabar kepulangan anaknya yang hilang, sampai dia buta (matanya
tidak bisa melihat dengan jelas) akhirnya anaknya Yusuf kembali juga. Tujuh
tahun Yusuf menderita di penjara karena fitnah, dengan sabarnya dia menjalani
nasibnya, hingga akhirnya dia dipanggil untuk menjadi Menteri Besar. Demikian
juga yang terjadi pada Nabi Ayyub, bertahun-tahun ia menderita penyakit,
sehingga tersisih dari anak istri, akhirnya penyakitnya disembuhkan Tuhan dan
setelah pulang ke rumah didapatinya anak yang 10 telah menjadi 20, karena semua
sudah kawin dan sudah beranak pula. Ibrahim dapat menyempurnakan kalimat-kalimat
ujian Tuhan karena sabar. Demikianlah Musa dengan Bani Israil. Ismail membangun
angkatan Arab yang baru. Isa Almasih d\engan Hawariyin semuanya dengan sabar.[16]
Ada seorang Nabi yang nyaris kena hukuman
karena tidak sabar, yaitu Nabi Yunus. Ditinggalkannya kaumnya karena seruannya
tidak diperdulikan. Maka untuk melatih jiwa dia ditakdirkan masuk perut ikan
untuk beberapa hari lamanya. Tetapi akhirnya keluar dari sana dia membangun
diri lagi dengan kesabaran. Sebab itu sabarlah perbentengan diri yang amat
teguh.
Sabar memang berat dan sabar memang tidaklah
terasa apa faedahnya jika bahaya dan kesulitan belum datang. Apabila datang
suatu marabahaya atau suatu musibah dengan tiba-tiba, dengan tidak
disangka-sangka, memang timbullah perjuangan dalam batin. Perjuangan yang amat
hebat, tarik-menarik di antara kegelisahan dengan ketenangan.
Perasaan gelisah datang, namun hati kecil kita
sendiri tidaklah senang dengan kegelisahan itu. Suatu ketika, ada orang yang
belum juga bisa tenang atas kegelisahannya bisa jadi hanya memandang gelap
hidup ini, sehingga dari sangat gelapnya ini, rasanya ingin mati. Mungkin
dengan mati kesulitan itu akan habis, lalu dia membunuh diri. Seseorang yang
telah diperiksa polisi karena suatu tuduhan
kejahatan, padahal dia merasa tidak bersalah, ada yang silap sehingga
dia ingin hendak membunuh diri. Lantaran itu dalam pemeriksaan, untuk menjaga
benar-benar supaya barang-barang yang tajam, sampai pisau silet pencukur janggut, dijauhkan dari padanya.
Sudah dikatakan bahwa hati kecil yang di dalam tidak
suka akan kegelisahan itu, maka hati kecil yang didalam itulah yang harus ditenangkan.
Sebab itu dalam saat yang demikian sabar tadi tidak boleh dipisahkan dengan
shalat. Ingat Tuhan! Hati kecil yang telah dikepung oleh kegelisahan dan
kekacauan itu harus dibebaskan dari kepungan itu. Lepaskan kegelisahan itu
dengan menghadap Tuhan. Allahu Akbar.[17]
Kenapa harus gelisah, padahal baik dan buruk
adalah giliran masa yang pasti. Segala urusan dunia ini adalah kecil belaka.
Kesulitan yang dihadapi pun soal kecil saja bagi Tuhan, dan memandangnya
kesulitan yang kecil saja. Jikalau gelisah lantaran kesulitan, bisa mencari di mana
sebabnya, kemudian ketahuanlah sebabnya, yaitu ada sesuatu selain Allah
yang mengikat di hati. Mungkin harta
benda, mungkin kemegahan dunia, mungkin pangkat dan kedudukan dan mungkin juga
yang lain. Sehingga lupa tujuan hidup yang sebenarnya, yaitu Tuhan dengan keridhaan-Nya, sebab itu
harus shalat.
Maka dari itu apabila ketenangan telah diperteguh
dengan shalat, kemenangan pastilah datang. Sabar dan shalat keduanya harus sejalan.
Apabila kedua resep ini telah dipakai dengan setia dan yakin, maka akan merasa
bahwa kian lama hijab (dinding) kian terbuka. Berangsur-angsur jiwa kita
terlepas dari belenggu kesulitan itu sebab Tuhan telah berdaulat dalam hati
kita. Waktu itupun baru kita ketahui bahwa kita terjatuh ke dalam kesulitan
tadi, ialah karena pengaruh yang lain
telah masuk kedalam jiwa, terutama syaitan, yang ingin sekali kita hancur. Maka
berangsurlah naik sari cahaya iman kepada wajah. Barulah berarti kembali
segalaayat-ayat yang kita baca, sampai huruf-huruf dan baris dan titiknya. Kita
telah kuat kembali dan kita telah tegak. Kita telah mendapat satu kekayaan,
yang langit dan bumi pun tidak seimbang buat menilai harganya. Di sinilah
terasa ujung ayat: “Sesungguhnya Allah adalah beserta orang-orang yang sabar.”
Apakah yang engkau takutkan kepada hidup ini,
kalau Allah telah menjamin bahwa Dia ada beserta engkau?
Orang yang ditimpa oleh suatu percobaan yang
membuat jiwa jadi gelisah, kemudian berpegang teguh kepada ayat ini, membenteng
diri dengan sabar dan shalat, dengan berangsur timbullah fajar harapan dalam
hidupnya. Kelihatan dari luar dia dalam kesepian, padahal dia merasa ramai, sebab dia bersama
Tuhan. Belenggu biar dipasang pada tangannya,
namun jiwanya merasa bebas. Pagar besi membatasi jasmaninya dengan dunia luar,
tetapi ayat-ayat Al-Qur’an membawa jiwanya membumbung naik melintas ruang
angkasa dalam dia mengerjakan shalat. Lantaran ini ketakutan pun hilanglah dan keberanian
timbul.
Kalau mati dalam menegakkan cita-cita, ataupun
terbunuh, hati bimbang tidak ada lagi. Sebab bagi orang yang telah merasa bahwa
dirinya dekat dengan Allah, batas di antara hidup dengan mati tidak ada lagi.
Hidup itu sendiri tidak ada artinya kalau jauh dari Tuhan.[18]
3. Analisis Makna Sabar dalam Al-Qur’an
Dalam pandangan seorang muslim, sabar adalah
suatu bagian dari akhlak utama yang dibutuhkan dalam masalah dunia dan agama.
Agama juga mengajarkan agar seorang muslim bersikap sabar dalam menghadapi kesulitan
dan penderitaan dalam kehidupannya. Sabar memegang peranan penting dalam mengendalikan
perasaan dan tindakan manusia.
Penafsiran ayat tentang sabar dalam Q.S.
Al-Baqarah ayat 45 dan 153, dari kedua mufassir, yakni M. Quraish Shihab dan Hamka
dengan latar belakang pola pemikiran yang berbeda, menghasilkan
pandangan-pandangan yang sama di satu sisi, namun di sisi lain juga memiliki perbedaan.
Perbedaan tersebut di antaranya disebabkan oleh adanya perbedaan orientasi
penafsiran atau bisa juga karena terpengaruh dengan spesialisasi keilmuan yang
dimiliki oleh mufassir.[19]
Dalam memberikan pengertian tentang sabar, M.
Quraish Shihab menjelaskan bahwa pengertian sabar berhubungan erat dengan kata
“tabah”, atau bahkan keduanya memiliki pengertian yang sama. Dalam Q.S. Al-Baqarah
ayat 45, ia menjelaskan mengenai pengertian dari kata “al-Shabr” yakni menahan
diri dari sesuatu yang tidak berkenan di hati, yang di sini juga berarti ketabahan.
Keterkaitan antara sabar dan shalat di dalam ayat ini memberikan pemahaman
bahwasanya Allah menyuruh manusia untuk menjadikan sabar dan shalat sebagai
penolong, dalam artian menjadikan ketabahan menghadapi segala tantangan bersama-sama
dengan shalat. Shalat dimaksudkan sebagai do’a dan permintaan kepada Allah
(sebagai sarana untuk meraih segala macam kebajikan).[20]
Demikian juga penafsiran M. Quraish Shihab
dalam ayat 153 yang masih dalam surat yang sama, kata “al-Shabr” diartikan
sebagai hal yang mencakup banyak hal, seperti sabar dalam menghadapi ejekan
atau cemoohan, sabar dalam menghadapi kesulitan, serta sabar dalam menegakkan kebenaran
dan keadilan. Menurut penafsirannya, ayat ini mengajak orang-orang yang beriman
untuk menjadikan shalat dan sabar sebagai penolong untuk menghadapi cobaan
hidup. Di dalam penutup ayat, yang menyatakan bahwa “sesungguhnya Allah bersama
orang-orang yang sabar”, ini mengisyaratkan bahwa jika seseorang ingin berhasil
memperjuangkan kebenaran dan keadilan, maka ia harus menyertakan Allah dalam
setiap langkahnya. Ia harus bersama Allah dalam kesulitan dan perjuangannya.[21]
Kesabaran menuntut ketabahan dalam menghadapai
suatu keadaan yang sulit dan berat, yang harus diterima dan dihadapi dengan
penuh tanggung jawab. M. Quraish Shihab juga mengatakan bahwa sabar juga bisa dimaknai
sebagai “menerima dengan penuh kerelaan ketetapan-ketetapan Tuhan yang tidak
dapat terelakkan lagi”. Seseorang yang sedang ditimpa musibah atau kesulitan,
jika ia menuruti hawa nafsunya, maka kemungkinan ia akan menggerutu dan
berkeluh kesah. Akan tetapi jika ia mampu menahan, maka ia akan menghibur
dirinya sendiri, misalnya dengan berkata bahwa dibalik semua yang terjadi pasti
ada hikmah yang besar.[22]
Sedangkan, makna sabar
menurut Hamka agaknya
sedikit berbeda dengan apa yang
diuraikan oleh M. Quraish Shihab. Menurut Hamka, sabar merupakan sebuah
perbuatan yang cukup
sulit untuk dilakukan,
karena dalam prakteknya memang
banyak sekali kendala
yang harus dihadapi. Apalagi ketika seseorang dihadapkan
pada permasalahan hidup yang sangat sulit, maka sulit pula baginya untuk
bisa selalu bersikap sabar. Dalam ayat 45 dan 153 QS. Al-Baqarah,
istilah sabar dihubungkan dengan shalat.
Sabar dapat diumpamakan sebagai
benteng, sedangkan shalat
merupakan suatu perbuatan yang
dapat mendekatkan diri
kepada Allah. Orang
yang memadukan antara sabar
dengan shalat, maka
hatinya akan jernih
dan kokoh, sehingga tidak
goyah ketika datang
ujian (kesulitan) yang
besar. Dengan shalat, ia
akan tetap berusaha
untuk mendekatkan dirinya
pada Tuhan, sehingga sikap sabar akan dengan mudah dapat ia lakukan.
Menurut Hamka, sabar dan shalat haruslah
berjalang beriringan. Sabar yang
dapat digambarkan sebagai
benteng harus diperkuat
dengan shalat. Jadi, dua
hal tersebut adalah
resep agar kesulitan
dapat segera diatasi. Dalam penafsirannya
tentang sabar ini,
Hamka lebih banyak
memberikan contoh-contoh sabar dan penerapannya pada kisah-kisah Nabi
pada zaman dahulu, selain itu
ia juga memberikan
contoh tentang peristiwa-peristiwa yang dilalui oleh Nabi
Muhammad dan sahabat-sahabatnya.
Dari ulasan tentang sabar di atas, menurut penulis
dari segi penafsiran dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 45 dan 153, M. Quraish Shihab
lebih menekankan dengan ketabahan dalam sikap sabar. Sedangkan menurut Hamka
adalah sabar itu untuk membentengi diri dan bertahan menghadapi segala
rintangan.
Titik
Persamaan dan Perbedaan Penafsiran tentang Sabar dalam Tafsir Al-Mishbah dan
Tafsir Al-Azhar
1.
Nama Penafsir
|
M. Quraish Shihab
|
Hamka
|
2.
Kitab Tafsir
|
Al-Mishbah
|
Al-Azhar
|
3.
Metode
|
Tahlili
|
Tahlili
|
4.
Corak Tafsir
|
Adabi Ijtima’i
|
Adabi Ijtima’i
|
5.
Sudut Bahasa
|
Modern/kontemporer
|
Bahasa Sastra
|
6.
Makna Sabar
|
M. Quraish Shihab menjelaskan bahwa
pengertian sabar berhubungan erat dengan katat abah, atau bahkan keduanya
memiliki pengertian yang sama. Dan lebih
menekankan dengan ketabahan
dalam sikap sabar.
|
Hamka
menjelaskan bahwa
pengertian sabar berkaitan dengan makna
teguh dan pantang menyerah
dalam meraih tujuan. Dan
sabar itu untuk membentengi diri dan bertahan menghadapi segala
rintangan.
|
Dari
ayat-ayat
yang telah dibahas di atas dapat disimpulkan bahwa shalat dan sabar adalah cara
yang tepat untuk meminta pertolongan kepada Allah dari segala kesulitan yang
kita hadapi. Dengan sabar kita menahan diri dari segala rayuan yang dapat
mengarahkan kita kepada hal yang bernilai rendah di sisi Allah, sehingga kita
dapat terhindar dari amarah dan perbuatan keji. Dan dengan shalat kita
mendekatkan diri kepada Allah sehingga Allah pun akan membantu kita,
mempermudah kita dalam segala urusan.
C. Kesimpulan
Al-Qur’an mengajak kaum muslimin agar berhias
diri dengan kesabaran. Sebab, kesabaran mempunyai faedah yang besar dalam membina
jiwa, memantapkan kepribadian, meningkatkan kekuatan manusia dalam menahan
penderitaan, memperbaharui kekuatan manusia dalam menghadapi berbagai problem
hidup, beban hidup, musibah, dan bencana, serta menggerakkan kesanggupannya untuk
terus-menerus berjihad dalam rangka meninggikan kalimat Allah SWT.
Kedua ayat di atas mengajak orang-orang yang
beriman untuk menjadikan shalat dan sabar sebagai penolong untuk menghadapi
cobaan hidup. Di dalam penutup ayat, yang menyatakan bahwa “sesungguhnya Allah
bersama orang-orang yang sabar”,
ini mengisyaratkan bahwa jika seseorang ingin berhasil memperjuangkan kebenaran
dan keadilan, maka ia harus menyertakan Allah dalam setiap langkahnya. Ia harus
bersama Allah dalam kesulitan dan perjuangannya. Nabi-nabi yang dahulu dari pada
Nabi Muhammad SAW semuanya telah menempuh jalan itu
dan semuanya menghadapi
kesulitan. Kemenangan mereka hanya pada kesabaran. Maka kamu orang yang
telah menyatakan iman kepada Nabi Muhammad
SAW wajiblah sabar, sabar menunggu
hasilnya apa yang
dicita-citakan. Jangan gelisah
tetapi hendaklah tetap hati.
Daftar
Rujukan
Al-Farmawi, ‘Abd al-Hayy Al-Farmawi. 1996.
Metode Tafsir Maudu'i: Suatu Pengantar, terjemahan: Suryan A. Jamrah. Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada.
Baidan, Nashruddin. 1998. Metodologi
Penafsiran Al-Qur`an. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Departemen Agama RI. 2007. Al-Qur’an dan Terjemahnya “al-Hikmah”. Bandung: Penerbit Diponegoro.
Hamka. 2007. Tafsir Al-Azhar. Jakarta: Pustaka
Panjimas.
Manzur, Ibn.
tt, juz IV. Lisan al-‘Arab. Beirut: Dar Shadir.
Qardhawi, Yusuf. 2005. Assobru
Fil Qur`an (Al-Qur`an
Menyuruh Kita Sabar), terj. Aziz Salim. Jakarta: Gema
Insani Press.
Shihab, Quraish. 2000. Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an. Jakarta: Lentera
Hati.
_____________. 2007. Secercah Cahaya Ilahi. Bandung: Mizan.
Syukur, Abdul. 2013. Dahsyatnya Sabar, Syukur &
Ikhlas. Yogjakarta: Sabil.
Tim Penyusun. 1993. Kamus
Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.
[4] Yusuf Qordhowi, Assobru Fil
Qur`an (Al-Qur`an Menyuruh
Kita Sabar), terj. Aziz Salim, (Jakarta:
Gema Insani Press, 2005), hal. 11.
[5] Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan
Terjemahnya “al-Hikmah”, (Bandung:
Penerbit Diponegoro, 2007), hal. 7.
[6] Quraish Shihab, Tafsir
Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati, 2000), vol.1, hal. 180-181.
[19] Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Qur`an, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), hal. 65-68. ‘Abd al-Hayy Al-Farmawi, Metode Tafsir Maudu'i: Suatu Pengantar, terjemahan: Suryan A. Jamrah,
(Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1996), hal. 30-31.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar