Sabtu, 12 Maret 2016

MAKNA SABAR DALAM Q.S. AL-BAQARAH AYAT 45 DAN 153

MAKNA SABAR DALAM Q.S. AL-BAQARAH AYAT 45 DAN 153
Ely Fitriani (1577012)

A.  Pendahuluan
Problema yang dihadapi manusia di dunia ini sangatlah berbeda-beda. Dalam menghadapi cobaan yang ada, salah satunya yaitu dengan cara bersabar diri. Al-Qur`an adalah petunjuk dan syariat Allah yang sempurna bagi umat manusia, baik yang berkaitan dengan urusan agama maupun yang berkaitan dengan urusan dunia. Allah SWT telah menganjurkannya untuk bersabar, bahwa semua apa yang menimpanya dalam kehidupan di dunia tidak lain cobaan dari Allah SWT banyak mufassir melakukan penafsiran terhadap ayat Al-Qur’an agar permasalahan yang ada di sekitarnya dapat diselesaikan dengan nilai-nilai Al-Qur`an. Menghadapi hidup ini, setiap manusia tentunya ingin tetap sehat baik lahir maupun batin, sebagai  solusi  mengatasinya  adalah  selalu  sabar  dan  tegar dalam  situasi  dan  kondisi  yang  baik  dan  buruk  dengan  tetap  dilandasi  iman dan  taqwa  pada  Allah  SWT.  Apapun  bentuknya,  baik  itu  berupa  nikmat  atau musibah  hendaknya  diterima  sebagai  karunia  Allah  SWT  yang  wajiB disyukuri  sesuai  dengan  ketentuan  syariat  agama  Islam.

Seperti halnya kedua mufassir, abad ke-20 M yakni M. Quraish Shihab dalam karya tafsirnya Al-Mishbah dan Hamka dalam tafsirnya Al-Azhar. Kedua tokoh tersebut dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur`an menggunakan metode yang sama yakni metode tahlili dan corak tafsirnya adalah adabi ijtima’i. Dalam hal ini, penulis ingin membahas penafsiran kedua tokoh tersebut tentang sabar dalam QS.Al-Baqarah saja. Lebih spesifiknya dalam ayat 45 dan 153. Tulisan ini diharapkan dapat memperluas khazanah ilmu pengetahuan agama, dan diharapkan bisa memberi satu pedoman bagi umat Islam di era modern, dalam menghadapi problematika kehidupan.



B.  Pembahasan
1.    Tinjauan tentang Sabar
Kata shabr terdiri dari huruf shad, ba dan ra. Bentuk masdar dari fi’il madhi yaitu shabara.[1] Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia sabar berarti tahan  menghadapi cobaan (tidak lekas marah, tidak lekas putus asa, tidak lekas patah hati, tenang, tidak tergesa-gesa, tidak terburu nafsu).[2] Sabar merupakan pilar  kebahagiaan seorang hamba. Dengan kesabaran itulah seorang hamba akan  terjaga dari kemaksiatan, konsisten menjalankan ketaatan, dan tabah dalam menghadapi berbagai macam cobaan.[3] Sabar salah satu akhlak Qur’ani yang paling utama dan ditekankan oleh Al-Qur’an baik pada surat-surat  Makkiyyah  maupun Madaniyyah, serta merupakan akhlak yang terbanyak sebutannya dalam Al-Qur’an.[4]
Berdasarkan pemaparan tentang sabar di atas, maka penulis ingin mengulas tafsiran tentang sabar dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 45 dan 153, menurut M. Quraish Shihab dalam kitab tafsirnya Al-Mishbah dan Hamka dengan kitab tafsirnya al-Azhar.
2.    Penafsiran Ayat tentang Sabar
a.    Penafsiran M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah
1)   Q.S. Al-Baqarah ayat 45
(qZŠÏètFó$#ur ÎŽö9¢Á9$$Î/ Ío4qn=¢Á9$#ur 4 $pk¨XÎ)ur îouŽÎ7s3s9 žwÎ) n?tã tûüÏèϱ»sƒø:$# ÇÍÎÈ
Terjemahnya: “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’.”[5]
Dalam penafsiran ayat ini ada yang memahami ayat ini sebagai lanjutan tuntutan kepada orang-orang Yahudi. Thahir Ibn ‘Asyur menulis bahwa ayat ini ditujukan kepada Bani Israil sebagai  petunjuk guna membantu mereka melaksanakan segala apa yang diperintahkan oleh ayat-ayat lalu. Petunjuk yang dikandung ayat ini sungguh pada tempatnya, karena setelah mereka diajak disertai dengan janji dan ancaman, maka dapat diduga keras bahwa tidak ada lagi  jalan masuk  bagi  setan  ke  dalam  hati mereka, tidak ada juga tempatnya untuk mundur bahkan kini  mereka telah bersiap-siap untuk melaksanakan perintah-perintah Allah. Namun demikian, boleh jadi kebiasaan lama masih memberatkan langkah mereka, maka ayat ini menyodorkan  resep yang amat ampuh agar mereka dapat melangkah maju menuju kebajikan. Kandungan resep itu adalah shalat dan sabar.[6]
Dalam ayat ini memerintahkan: Mintalah pertolongan yakni kukuhkan jiwa kamu dengan sabar yakni menahan diri dari rayuan menuju nilai rendah dan dengan shalat yakni dengan mengaitkan jiwa dengan Allah  SWT. serta memohon kepada-Nya guna menghadapi segala kesulitan  serta memikul segala beban. Dan sesungguhnya yang demikian itu  yakni shalat dan sabar itu, atau beban yang akan kamu  pikul sungguh   berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’, yakni orang-orang  yang tunduk dan yang hatinya merasa tenteram dengan berdzikir kepada Allah.[7]
2)   Q.S. Al-Baqarah ayat 153
$ygƒr'¯»tƒ z`ƒÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qãYÏètGó$# ÎŽö9¢Á9$$Î/ Ío4qn=¢Á9$#ur 4 ¨bÎ) ©!$# yìtB tûïÎŽÉ9»¢Á9$# ÇÊÎÌÈ
Terjemahnya: “Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.”[8]
Penafsiran dalam ayat ini untuk mengajak orang-orang yang beriman untuk menjadikan shalat seperti yang diajarkan Allah di atas dan dengan mengarah ke kiblat, dan kesabaran sebagai penolong untuk menghadapi cobaan hidup.[9]
Kata ash-shabr atau sabar yang dimaksud mencakup banyak  hal: sabar menghadapi ejekan dan rayuan, sabar dalam petaka dan kesulitan, serta sabar dalam berjuang menegakkan kebenaran dan keadilan.
Penutup ayat yang menyatakan sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar mengisyaratkan bahwa jika seseorang ingin berhasil memperjuangkan kebenaran dan keadilan, maka ia harus menyertakan Allah dalam setiap langkahnya. Ia harus bersama Allah dalam kesulitannya, dan dalam perjuangannya. Ketika itu, Allah Yang  Maha Mengetahui, Maha Perkasa, lagi Maha Kuasa pasti membantunya, karena Dia pun telah bersama hamba-Nya. Tanpa kebersamaan itu, kesulitan tidak akan tertanggulangi bahkan tidak mustahil kesulitan diperbesar oleh setan dan nafsu amarah manusia itu sendiri.
Karena kesabaran membawa kepada kebaikan dan kebahagiaan, maka manusia tidak boleh berpangku tangan, atau terbawa kesedihan oleh petaka yang dialaminya, ia harus berjuang dan berjuang. Memperjuangkan kebenaran, dan menegakkan keadilan, dapat mengakibatkan kematian. Puncak petaka yang memerlukan kesabaran adalah kematian, maka ayat selanjutnya mengingatkan setiap orang untuk tidak menduga yang gugur dalam perjuangan di jalan Allah telah mati. Mereka tetap hidup. Mereka hidup, walau tidak disadari  oleh yang menarik dan menghembuskan nafas.[10]
b.        Penafsiran Hamka dalam Tafsir Al-Azhar
1)   Q.S. Al-Baqarah ayat 45
(qZŠÏètFó$#ur ÎŽö9¢Á9$$Î/ Ío4qn=¢Á9$#ur 4 $pk¨XÎ)ur îouŽÎ7s3s9 žwÎ) n?tã tûüÏèϱ»sƒø:$# ÇÍÎÈ
Terjemahnya: “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’.”[11]
Hal ini adalah pesan dalam rangka nasihat kepada pemuka-pemuka Yahudi, sebagai merangkul mereka ke dalam suasana Islam, supaya meminta tolong kepada Tuhan, pertama dengan sabar, tabah, tahan hati dan teguh, sehingga tidak berkucak bila datang gelombang kesulitan. Maka sabar sebagai benteng, dan dengan sembahyang, supaya jiwa itu selalu dekat dan lekat kepada Tuhan. Orang yang berpadu diantara sabarnya dengan sembahyangnya, akan jernihlah  hatinya  dan  besar  jiwanya  dan  tidak  ada akan rintangan dengan perkara-perkara kecil lainnya.
Ujian yang harus kita tempuh dalam menyeberangi kehidupan ini kadang-kadang sangatlah besarnya. Sehingga jiwa harus kuat dan pendirian harus kokoh. Sebab itu untuk memintakan agar selalu mendapat pertolongan dari Tuhan, agar kita dikuatkan menghadapi kesulitan itu, tidaklah boleh terpisah diantara keduanya ini. Sabar dan shalat yaitu  membuat hati jadi tabah dan selalu mengerjakan sembahyang.[12]
Dan perlu untuk diingat bahwa betapapun dalam menyabarkan hati, kadang-kadang karena beratnya yang dihadapi, jiwa bisa bergoncang juga. Maka dengan sembahyang khusyu’ sekurang-kurangnya 5 waktu sehari semalam,  hati yang  tadi  nyaris  lemah  niscaya  akan  kuat  kembali.  Maka sabar  dan  sembahyang  itulah  alat  pengokohan  pribadi  bagi  orang  Islam. Sebab selalu terjadi di dalam kehidupan, suatu marabahaya yang kita hadapi sangatlah sakitnya, kadang-kadang tidak tertanggung, padahal kemudian, setelah marabahaya itu lepas, barulah kita ketahui bahwa bahaya-bahaya yang kita lalui itu adalah mengakibatkan suatu nikmat yang amat besar bagi diri kita sendiri. Dalam cerita Nabi Ibrahim kita akan bertemu kenyataan itu.  Nabi Ibrahim diuji dengan berbagai ujian, dan setelah dengan segala kesabaran ditempuhnya ujian itu dan diseberanginya.
2)   Q.S. Al-Baqarah ayat 153
$ygƒr'¯»tƒ z`ƒÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qãYÏètGó$# ÎŽö9¢Á9$$Î/ Ío4qn=¢Á9$#ur 4 ¨bÎ) ©!$# yìtB tûïÎŽÉ9»¢Á9$# ÇÊÎÌÈ
Terjemahnya: “Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.”[13]
Maksud ayat ini adalah suatu cita-cita yang tinggi. Menegakkan kalimat Allah, memancarkan tonggak tauhid dalam alam. Memberantas perhambaan diri kepada yang selain Allah. Apabila langkah ini telah dimulai, halangannya pasti banyak, jalannya pasti sukar. Bertambah mulia dan tinggi yang dituju, bertambah sukarlah yang dihadapi.[14]
Oleh sebab itu dia meminta semangat baja, hati yang teguh dan pengorbanan-pengorbanan yang tidak mengenal lelah. Betapapun mulianya cita-cita, kalau hati tidak teguh dan tidak ada ketahanan, tidaklah maksud akan  tercapai. Nabi-nabi yang dahulu daripada Nabi Muhammad SAW semuanya telah menempuh jalan itu dan semuanya menghadapi kesulitan. Kemenangan mereka hanya pada kesabaran. Maka kamu orang yang telah menyatakan iman kepada Nabi Muhammad SAW wajiblah sabar, sabar menderita, sabar menunggu hasilnya apa yang dicita-citakan. Jangan gelisah tetapi hendaklah tetap hati.[15]
Sampai seratus satu kali kalimat sabar tersebut dalam Al-Qur’an. Hanya dengan sabar orang dapat mencapai apa yang dimaksud.  Hanya dengan sabar orang bisa mencapai derajat iman dalam perjuangan. Hanya dengan sabar menyampaikan nasehat kepada orang  yang lalai. Hanya dengan sabar kebenaran dapat ditegakkan.
Dalam masa lebih dari 25 tahun Nabi Ya’kub menunggu dengan sabar kepulangan anaknya yang hilang, sampai dia buta (matanya tidak bisa melihat dengan jelas) akhirnya anaknya Yusuf kembali juga. Tujuh tahun Yusuf menderita di penjara karena fitnah, dengan sabarnya dia menjalani nasibnya, hingga akhirnya dia dipanggil untuk menjadi Menteri Besar. Demikian juga yang terjadi pada Nabi Ayyub, bertahun-tahun ia menderita penyakit, sehingga tersisih dari anak istri, akhirnya penyakitnya disembuhkan Tuhan dan setelah pulang ke rumah didapatinya anak yang 10 telah menjadi 20, karena semua sudah kawin dan sudah beranak pula. Ibrahim dapat menyempurnakan kalimat-kalimat ujian Tuhan karena sabar. Demikianlah Musa dengan Bani Israil. Ismail membangun angkatan Arab yang baru. Isa Almasih d\engan Hawariyin semuanya dengan sabar.[16]
Ada seorang Nabi yang nyaris kena hukuman karena tidak sabar, yaitu Nabi Yunus. Ditinggalkannya kaumnya karena seruannya tidak diperdulikan. Maka untuk melatih jiwa dia ditakdirkan masuk perut ikan untuk beberapa hari lamanya. Tetapi akhirnya keluar dari sana dia membangun diri lagi dengan kesabaran. Sebab itu sabarlah perbentengan diri yang amat teguh.
Sabar memang berat dan sabar memang tidaklah terasa apa faedahnya jika bahaya dan kesulitan belum datang. Apabila datang suatu marabahaya atau suatu musibah dengan tiba-tiba, dengan tidak disangka-sangka, memang timbullah perjuangan dalam batin. Perjuangan yang amat hebat, tarik-menarik di antara kegelisahan dengan ketenangan.
Perasaan gelisah datang, namun hati kecil kita sendiri tidaklah senang dengan kegelisahan itu. Suatu ketika, ada orang yang belum juga bisa tenang atas kegelisahannya bisa jadi hanya memandang gelap hidup ini, sehingga dari sangat gelapnya ini, rasanya ingin mati. Mungkin dengan mati kesulitan itu akan habis, lalu dia membunuh diri. Seseorang yang telah diperiksa polisi karena suatu tuduhan  kejahatan, padahal dia merasa tidak bersalah, ada yang silap sehingga dia ingin hendak membunuh diri. Lantaran itu dalam pemeriksaan, untuk menjaga benar-benar supaya barang-barang yang tajam, sampai  pisau silet pencukur janggut, dijauhkan dari padanya.
Sudah dikatakan bahwa hati kecil yang di dalam tidak suka akan kegelisahan itu, maka hati kecil yang didalam itulah yang harus ditenangkan. Sebab itu dalam saat yang demikian sabar tadi tidak boleh dipisahkan dengan shalat. Ingat Tuhan! Hati kecil yang telah dikepung oleh kegelisahan dan kekacauan itu harus dibebaskan dari kepungan itu. Lepaskan kegelisahan itu dengan menghadap Tuhan. Allahu Akbar.[17]
Kenapa harus gelisah, padahal baik dan buruk adalah giliran masa yang pasti. Segala urusan dunia ini adalah kecil belaka. Kesulitan yang dihadapi pun soal kecil saja bagi Tuhan, dan memandangnya kesulitan yang kecil saja. Jikalau gelisah lantaran kesulitan, bisa mencari di mana sebabnya, kemudian ketahuanlah sebabnya, yaitu ada sesuatu selain Allah yang  mengikat di hati. Mungkin harta benda, mungkin kemegahan dunia, mungkin pangkat dan kedudukan dan mungkin juga yang lain. Sehingga lupa tujuan hidup yang sebenarnya,  yaitu Tuhan dengan keridhaan-Nya, sebab itu harus shalat.
Maka dari itu apabila ketenangan telah diperteguh dengan shalat, kemenangan pastilah datang. Sabar dan shalat keduanya harus sejalan. Apabila kedua resep ini telah dipakai dengan setia dan yakin, maka akan merasa bahwa kian lama hijab (dinding) kian terbuka. Berangsur-angsur jiwa kita terlepas dari belenggu kesulitan itu sebab Tuhan telah berdaulat dalam hati kita. Waktu itupun baru kita ketahui bahwa kita terjatuh ke dalam kesulitan tadi, ialah karena  pengaruh yang lain telah masuk kedalam jiwa, terutama syaitan, yang ingin sekali kita hancur. Maka berangsurlah naik sari cahaya iman kepada wajah. Barulah berarti kembali segalaayat-ayat yang kita baca, sampai huruf-huruf dan baris dan titiknya. Kita telah kuat kembali dan kita telah tegak. Kita telah mendapat satu kekayaan, yang langit dan bumi pun tidak seimbang buat menilai harganya. Di sinilah terasa ujung ayat: “Sesungguhnya Allah adalah beserta orang-orang yang sabar.”
Apakah yang engkau takutkan kepada hidup ini, kalau Allah telah menjamin bahwa Dia ada beserta engkau?
Orang yang ditimpa oleh suatu percobaan yang membuat jiwa jadi gelisah, kemudian berpegang teguh kepada ayat ini, membenteng diri dengan sabar dan shalat, dengan berangsur timbullah fajar harapan dalam hidupnya. Kelihatan dari luar dia dalam kesepian,  padahal dia merasa ramai, sebab dia bersama Tuhan. Belenggu biar dipasang  pada tangannya, namun jiwanya merasa bebas. Pagar besi membatasi jasmaninya dengan dunia luar, tetapi ayat-ayat Al-Qur’an membawa jiwanya membumbung naik melintas ruang angkasa dalam dia mengerjakan shalat. Lantaran ini ketakutan pun hilanglah dan keberanian timbul.
Kalau mati dalam menegakkan cita-cita, ataupun terbunuh, hati bimbang tidak ada lagi. Sebab bagi orang yang telah merasa bahwa dirinya dekat dengan Allah, batas di antara hidup dengan mati tidak ada lagi. Hidup itu sendiri tidak ada artinya kalau jauh dari Tuhan.[18]
3.    Analisis Makna Sabar dalam Al-Qur’an
Dalam pandangan seorang muslim, sabar adalah suatu bagian dari akhlak utama yang dibutuhkan dalam masalah dunia dan agama. Agama juga mengajarkan agar seorang muslim bersikap sabar dalam menghadapi kesulitan dan penderitaan dalam kehidupannya. Sabar memegang peranan penting dalam mengendalikan perasaan dan tindakan manusia.
Penafsiran ayat tentang sabar dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 45 dan 153, dari kedua mufassir, yakni M. Quraish Shihab dan Hamka dengan latar belakang pola pemikiran yang berbeda, menghasilkan pandangan-pandangan yang sama di satu sisi, namun di sisi lain juga memiliki perbedaan. Perbedaan tersebut di antaranya disebabkan oleh adanya perbedaan orientasi penafsiran atau bisa juga karena terpengaruh dengan spesialisasi keilmuan yang dimiliki oleh mufassir.[19]
Dalam memberikan pengertian tentang sabar, M. Quraish Shihab menjelaskan bahwa pengertian sabar berhubungan erat dengan kata “tabah”, atau bahkan keduanya memiliki pengertian yang sama. Dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 45, ia menjelaskan mengenai pengertian dari kata “al-Shabr” yakni menahan diri dari sesuatu yang tidak berkenan di hati, yang di sini juga berarti ketabahan. Keterkaitan antara sabar dan shalat di dalam ayat ini memberikan pemahaman bahwasanya Allah menyuruh manusia untuk menjadikan sabar dan shalat sebagai penolong, dalam artian menjadikan ketabahan menghadapi segala tantangan bersama-sama dengan shalat. Shalat dimaksudkan sebagai do’a dan permintaan kepada Allah (sebagai sarana untuk meraih segala macam kebajikan).[20]
Demikian juga penafsiran M. Quraish Shihab dalam ayat 153 yang masih dalam surat yang sama, kata “al-Shabr” diartikan sebagai hal yang mencakup banyak hal, seperti sabar dalam menghadapi ejekan atau cemoohan, sabar dalam menghadapi kesulitan, serta sabar dalam menegakkan kebenaran dan keadilan. Menurut penafsirannya, ayat ini mengajak orang-orang yang beriman untuk menjadikan shalat dan sabar sebagai penolong untuk menghadapi cobaan hidup. Di dalam penutup ayat, yang menyatakan bahwa “sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar”, ini mengisyaratkan bahwa jika seseorang ingin berhasil memperjuangkan kebenaran dan keadilan, maka ia harus menyertakan Allah dalam setiap langkahnya. Ia harus bersama Allah dalam kesulitan dan perjuangannya.[21]
Kesabaran menuntut ketabahan dalam menghadapai suatu keadaan yang sulit dan berat, yang harus diterima dan dihadapi dengan penuh tanggung jawab. M. Quraish Shihab juga mengatakan bahwa sabar juga bisa dimaknai sebagai “menerima dengan penuh kerelaan ketetapan-ketetapan Tuhan yang tidak dapat terelakkan lagi”. Seseorang yang sedang ditimpa musibah atau kesulitan, jika ia menuruti hawa nafsunya, maka kemungkinan ia akan menggerutu dan berkeluh kesah. Akan tetapi jika ia mampu menahan, maka ia akan menghibur dirinya sendiri, misalnya dengan berkata bahwa dibalik semua yang terjadi pasti ada hikmah yang besar.[22]
Sedangkan, makna  sabar  menurut  Hamka  agaknya  sedikit  berbeda dengan apa yang diuraikan oleh M. Quraish Shihab. Menurut Hamka, sabar merupakan  sebuah  perbuatan  yang  cukup  sulit  untuk  dilakukan,  karena dalam  prakteknya  memang  banyak  sekali  kendala  yang  harus  dihadapi. Apalagi ketika seseorang dihadapkan pada permasalahan hidup yang sangat sulit, maka sulit pula baginya untuk bisa   selalu bersikap  sabar. Dalam ayat 45 dan 153 QS. Al-Baqarah, istilah sabar dihubungkan dengan shalat.  Sabar dapat  diumpamakan  sebagai  benteng,  sedangkan  shalat  merupakan  suatu perbuatan  yang  dapat  mendekatkan  diri  kepada  Allah.  Orang  yang memadukan  antara  sabar  dengan  shalat,  maka  hatinya  akan  jernih  dan kokoh,  sehingga  tidak  goyah  ketika  datang  ujian  (kesulitan)  yang  besar. Dengan  shalat,  ia  akan  tetap  berusaha  untuk  mendekatkan  dirinya  pada Tuhan, sehingga sikap sabar akan dengan mudah dapat ia lakukan.
Menurut Hamka, sabar dan shalat haruslah berjalang beriringan. Sabar yang  dapat  digambarkan  sebagai  benteng  harus  diperkuat  dengan  shalat. Jadi,  dua  hal  tersebut  adalah  resep  agar  kesulitan  dapat  segera  diatasi. Dalam  penafsirannya  tentang  sabar  ini,  Hamka  lebih  banyak  memberikan contoh-contoh sabar dan penerapannya pada kisah-kisah Nabi pada zaman dahulu,  selain  itu  ia  juga  memberikan  contoh  tentang  peristiwa-peristiwa yang dilalui oleh Nabi Muhammad dan sahabat-sahabatnya.
Dari ulasan tentang sabar di atas, menurut penulis dari segi penafsiran dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 45 dan 153, M. Quraish Shihab lebih menekankan dengan ketabahan dalam sikap sabar. Sedangkan menurut Hamka adalah sabar itu untuk membentengi diri dan bertahan menghadapi segala rintangan.
Titik Persamaan dan Perbedaan Penafsiran tentang Sabar dalam Tafsir Al-Mishbah dan Tafsir Al-Azhar
1.    Nama Penafsir
M. Quraish Shihab
Hamka
2.    Kitab Tafsir
Al-Mishbah
Al-Azhar
3.    Metode
Tahlili
Tahlili
4.    Corak Tafsir
Adabi Ijtima’i
Adabi Ijtima’i
5.    Sudut Bahasa
Modern/kontemporer
Bahasa Sastra
6.    Makna Sabar
M. Quraish Shihab menjelaskan bahwa pengertian sabar berhubungan erat dengan katat abah, atau bahkan keduanya memiliki pengertian yang sama. Dan lebih  menekankan  dengan ketabahan dalam sikap sabar.
Hamka  menjelaskan  bahwa pengertian  sabar  berkaitan dengan  makna  teguh  dan pantang  menyerah  dalam meraih  tujuan.  Dan  sabar itu untuk membentengi diri dan bertahan menghadapi segala rintangan.

Dari ayat-ayat yang telah dibahas di atas dapat disimpulkan bahwa shalat dan sabar adalah cara yang tepat untuk meminta pertolongan kepada Allah dari segala kesulitan yang kita hadapi. Dengan sabar kita menahan diri dari segala rayuan yang dapat mengarahkan kita kepada hal yang bernilai rendah di sisi Allah, sehingga kita dapat terhindar dari amarah dan perbuatan keji. Dan dengan shalat kita mendekatkan diri kepada Allah sehingga Allah pun akan membantu kita, mempermudah kita dalam segala urusan.
C.  Kesimpulan
Al-Qur’an mengajak kaum muslimin agar berhias diri dengan kesabaran. Sebab, kesabaran mempunyai faedah yang besar dalam membina jiwa, memantapkan kepribadian, meningkatkan kekuatan manusia dalam menahan penderitaan, memperbaharui kekuatan manusia dalam menghadapi berbagai problem hidup, beban hidup, musibah, dan bencana, serta menggerakkan kesanggupannya untuk terus-menerus berjihad dalam rangka meninggikan kalimat Allah SWT.
Kedua ayat di atas mengajak orang-orang yang beriman untuk menjadikan shalat dan sabar sebagai penolong untuk menghadapi cobaan hidup. Di dalam penutup ayat, yang menyatakan bahwa “sesungguhnya  Allah  bersama  orang-orang yang sabar”, ini mengisyaratkan bahwa jika seseorang ingin berhasil memperjuangkan kebenaran dan keadilan, maka ia harus menyertakan Allah dalam setiap langkahnya. Ia harus bersama Allah dalam kesulitan dan perjuangannya. Nabi-nabi yang dahulu dari pada Nabi Muhammad SAW semuanya  telah  menempuh jalan  itu  dan  semuanya  menghadapi  kesulitan. Kemenangan mereka hanya pada kesabaran. Maka kamu orang yang telah menyatakan iman kepada Nabi Muhammad  SAW wajiblah sabar, sabar menunggu  hasilnya  apa  yang  dicita-citakan.  Jangan  gelisah  tetapi hendaklah  tetap  hati.

Daftar Rujukan

Al-Farmawi, ‘Abd al-Hayy Al-Farmawi. 1996. Metode Tafsir Maudu'i: Suatu Pengantar, terjemahan: Suryan A. Jamrah. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Baidan, Nashruddin. 1998. Metodologi  Penafsiran Al-Qur`an. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Departemen Agama RI. 2007. Al-Qur’an dan Terjemahnya “al-Hikmah”. Bandung: Penerbit Diponegoro.

Hamka. 2007. Tafsir Al-Azhar. Jakarta: Pustaka Panjimas.

Manzur, Ibn. tt, juz IV. Lisan al-Arab. Beirut: Dar Shadir.

Qardhawi, Yusuf. 2005. Assobru  Fil  Qur`an  (Al-Qur`an  Menyuruh  Kita  Sabar),  terj. Aziz Salim. Jakarta: Gema Insani Press.

Shihab, Quraish. 2000. Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran. Jakarta: Lentera Hati.

_____________. 2007. Secercah Cahaya Ilahi. Bandung: Mizan.

Syukur, Abdul. 2013. Dahsyatnya Sabar, Syukur & Ikhlas. Yogjakarta: Sabil.

Tim Penyusun. 1993. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.


[1] Ibn Manzur, Lisan al-Arab, (Beirut: Dâr Shâdir, tt) juz. IV, hal. 437.
[2] Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1993), hal. 763.
[3] Abdul Syukur, Dahsyatnya Sabar, Syukur & Ikhlas, (Yogjakarta: Sabil, 2013), hal. 43.
[4] Yusuf  Qordhowi,  Assobru  Fil  Qur`an  (Al-Qur`an  Menyuruh  Kita  Sabar),  terj.  Aziz Salim, (Jakarta: Gema Insani Press, 2005), hal. 11.
[5] Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya “al-Hikmah”, (Bandung: Penerbit Diponegoro, 2007), hal. 7.
[6] Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran, (Jakarta: Lentera Hati, 2000), vol.1, hal. 180-181.
[7] Ibid, hal. 181.
[8] Departemen Agama RI, op.cit., hal. 23.
[9] Quraish Shihab, op.cit., hal. 363.
[10] Ibid.
[11] Departemen Agama RI, op.cit., hal. 7.
[12] Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 2007), juz II, h. 273.
[13] Departemen Agama RI, op.cit., hal. 23.
[14] Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 2007), juz II, h. 27.
[15] Ibid.
[16] Ibid, hal. 28.
[17] Ibid.
[18] Ibid, hal. 29.
[19] Nashruddin Baidan, Metodologi  Penafsiran Al-Qur`an, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), hal. 65-68. Abd al-Hayy Al-Farmawi, Metode Tafsir Maudu'i: Suatu Pengantar, terjemahan: Suryan A. Jamrah, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1996), hal. 30-31.
[20] Quraish Shihab, op.cit., hal. 181-182.
[21] Ibid, hal. 363.
[22] Quraish Shihab, Secercah Cahaya Ilahi, (Bandung: Mizan, 2007), hal. 166-167.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar