Sabtu, 12 Maret 2016

PENTINGNYA AIR DALAM PERTANIAN



PENTINGNYA AIR DALAM PERTANIAN
Nishfatul Qomariyah (15770065)

A.  Pendahuluan
Bila kita mengamalkan Al-Quran sebagai usaha kita mengimplementasikan kemakmuran umat,  maka petunjuk-NYA harus kita lihat dan memahami dengan ilmu dan amalan yang sesungguhnya. Petunjuk detil tentang tahap-tahap pemakmuran bumi ini ada seperti yang tertuang dalam surat Yasin ayat 33-35.
Ketika penciptaan bumi dan langit serta bermaksud menciptakan manusia diatas bumi ini, Allah SWT pun lantas menciptakan air didalam bumi yang menjadi sumber penghimpunan manusia dan semua biota yang ada disekitarnya.  Kadang kadang kita terlalu sibuk dengan mencari ilmu di internet, buku, majalah dan sebagainya dan terlupa bahawa di dalam Al Quran terdapat banyak ayat-ayat yang menceritakan hal yang berkaitan pertanian. Ianya berbentuk soalan (yang perlu kita fikirkan), panduan, peringatan dan sebagainya. Kita (petani) perlu mengambil perhatian akan isi Al-Quran yang sungguh lengkap. Cuma kita kita yang sering terlupa.

Negara Indonesia dikaruniai kekayaan alam yang melimpah ruah baik dari kehutanan, perikanan, perkebunan dan pertanian serta kekayaan alam lainnya. Sebagian potensi alam itu mampu dikembangkan penduduk di tanah air dan sebagian lagi belum mampu dimaksimalkan secara baik. Potensi alam pertanian yang besar di tanah air telah dikembangkan para petani. Hal ini tak terlepas karena sebagian besar penduduk Indonesia berprofesi sebagai petani.
Berdasarkan paparan diatas akan diuraikan beberapa ayat mengenai pentingnya air dalam pertanian dalam pandangan Al-Qur’an serta yang berhubungan tumbuhnya tumbuhan, dan biji-bijian.




B.  Pembahasan
1.      Pengertian air hujan  dan pertanian
Air adalah pangkal kehidupan. Apabila matahari memancarkan sinarnya panasnya ke bumi dan ke laut, maka sebagian airnya menjadi uap, lalu membumbung ke atmosfir yang dingin berbentuk butir-butir air; kemudian berkumpul dengan lainnya menjadi besar dan berangsur -angsur bertambah besar menjadi awan mendung lalu jatuh ke bumki yang disebut dengan hujan.[1]
Menurut Sanganatan (1989) bahwa Istilah umum “pertanian” berarti kegiatan menanami tanah dengan tanaman yang nantinya menghasilkan suatu yang dapat dipanen, dan kegiatan pertanian merupakan campur tangan manusia terhadap tetumbuhan asli dan daur hidupnya. Dalam pertanian modern campur tangan ini semakin jauh dalam bentuk masukan bahan kimia pertanian, termasuk: pupuk kimia, pestisida dan bahan pembenah tanah lainnya. [2]
Islam memandang profesi sebagai petani merupakan profesi mulia dan terhormat. Hal ini disebabkan karena beberapa hal. Salah satunya adalah karena Allah SWT menciptakan bumi beserta isinya unuk kemudahan manusia. Tanaman dan tumbuhan dapat tumbuh dengan mudah dan berproduksi sendiri di muka bumi dalam kadar tertentu. Allah SWT telah menghamparkan bumi, mencurahkan air hujan, angin dan lain-lain untuk memudahkan manusia bercocok tanam. Allah SWT berfirman: “Nikmat Tuhan mana yang kamu dustakan?
Profesi petani menurut pandangan Islam: Rasululullah SAW bersabda:”Seorang muslim yang menanam tumbuhan atau menaburkan benih, lalu tanaman itu dimakan oleh manusia atau burung, maka itu baginya merupakan suatu sedekah” (HR Bukhari Muslim). Dalam hadist yang lain, sabda Rasulullah SAW:”Seorang muslim yang menanam tumbuhan maka apa-apa yang jika dimakan tanaman itu merupakan suatu sedekah, apa yang dicuri tanaman itu merupakan suatu sedekah baginya tidak dikurangi sedikitpun sampai hari kiamat” (HR Bukhari). Dalil ini merupakan motivasi kepada setiap muslim khususnya yang berprofesi sebagai petani betapa besar pahala bercocok tanam atau menabur benih. Pahala akan terus mengalir waktu hidup maupun meninggal dunia jika tanaman itu dimakan atau dimanfaatkan oleh orang lain.
Ilmu pertanian merupakan fardhu kifayah yang berarti harus ada orang diantara masyarakat yang menguasai ilmu pertanian. Jika tidak ada yang menguasai ilmu pertanian pada satu masyarakat berarti semua orang dalam masyarakat itu akan berdosa. Namun jika ada seorang yang menguasai ilmu pertanian maka gugurlah kewajiban yang lain atau tidak berdosa. Sementara itu, menurut hukum Islam, tanaman yang haram untuk ditanam adalah setiap tumbuhan yang haram untuk dimakan seperti ganja, kecuali dalam keadaan darurat.[3]
2.    Penafsiran Ayat tentang pentingnya air dalam pertanian berdasarkan tafsir Al-Maraghi
×ptƒ#uäur ãNçl°; ÞÚöF{$# èptGøyJø9$# $yg»uZ÷uômr& $oYô_{÷zr&ur $pk÷]ÏB ${7ym çm÷YÏJsù tbqè=à2ù'tƒ ÇÌÌÈ   $oYù=yèy_ur $ygŠÏù ;M»¨Zy_ `ÏiB 9@ŠÏƒ¯U 5=»oYôãr&ur $tRö¤fsùur $pkŽÏù z`ÏB Èbqããèø9$# ÇÌÍÈ   (#qè=à2ù'uÏ9 `ÏB ¾Ín̍yJrO $tBur çm÷Gn=ÏJtã öNÍgƒÏ÷ƒr& ( Ÿxsùr& tbrãà6ô±o ÇÌÎÈ   
Artinya:
“Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah bumi yang mati. Kami hidupkan bumi itu dan Kami keluarkan dari padanya biji-bijian, Maka daripadanya mereka makan. Dan Kami jadikan padanya kebun-kebun kurma dan anggur dan Kami pancarkan padanya beberapa mata air.  Supaya mereka dapat Makan dari buahnya, dan dari apa yang diusahakan oleh tangan mereka. Maka Mengapakah mereka tidak bersyukur?(Qs. Yasin , 36:33-35)
Setelah Allah swt menerangkan bahwa seluruh hamba-Nya akan hadirkan di hadapan-Nya pada hari kiamat untuk dihisab dan diberikan balasan atas perbuatan-perbuatan yang telah mereka lakukan, maka dilanjutkan dengan menerangkan bahwa kebangkitan adalah mungkin terjadi, dan tidak mustahil. Dan sebagai bukti ialah, bahwa bumi akan mati apabila dituruni hujan, maka menjadi hidup dan menumbuhkan bermacam-macam tetumbuhan yang indah. Kemudian Allah menyebutkan pula bahwa wajib atas hamba-hamba-Nya mensyukuri nikmat-nikmat ini dengan cara penyembahan lainya yang tidak memberi manfaat apa-apa dan tidak dapat mencegah bahaya.
×ptƒ#uäur ãNçl°; ÞÚöF{$# èptGøyJø9$# $yg»uZ÷uômr& $oYô_{÷zr&ur $pk÷]ÏB ${7ym çm÷YÏJsù tbqè=à2ù'tƒ ÇÌÌÈ  
Di anatara bukti-bukti kekuasaan Kami untuk membangkitkan kembali ialah dihidupkannya bumi yang telah mati yang tidak ada tumbuhan di sana dengan diturunkannya air padanya, lalu hiduplah bumi itu, tubuh dan menumbuhkan tetumbuhan yang berbeda-beda macam dan ragamnya, bahkan mengeluarkan biji yang merupakan makanan bagimu dan binatang ternakmu. Dan dengan biji-bijian itu, maka tegaklah kehidupanmu.
$oYù=yèy_ur $ygŠÏù ;M»¨Zy_ `ÏiB 9@ŠÏƒ¯U 5=»oYôãr&ur $tRö¤fsùur $pkŽÏù z`ÏB Èbqããèø9$# ÇÌÍÈ  
“Dan Kami jadikan padanya kebun-kebun kurma dan anggur dan Kami pancarkan padanya beberapa mata air. (Qs. Yasin, 36: 34)
Dan Kami adakah di muka bumi yang telah Kami hidupkan itu kebun-kebun kurma dan anggur, dan Kami buat padanya sungai-sungai yang menjalar-jalar di tempat-tempat dimana kebun-kebun itu tersebar, supaya mereka dapat memakan buah dari kebun-kebun itu atau dari hasil tanggan mereka, yaitu hasil yang telah mereka tanam dan semaikan.
Kemudian, setelah Allah menyebut-nyebut nikmat-Nya, maka disuruhnya mereka untuk bersyukur kepada-Nya, seraya firman-Nya:
Ÿxsùr& tbrãà6ô±o ÇÌÎÈ  
Artinya: Tidakkah mereka bersyukur kepada pencipta nikmat-nikmat ini atas segala karunia yang telah Dia berikan kepada mereka yang tak bisa dihitung itu.
Dan setelah Allah menyuruh mereka supaya bersyukur, sedangkan cara bersyukur kepada Allah Ta’ala ialah beribadah kepadan-Nya, namun cara mereka meninggalkan ibadah itu, bahkan menyembah selain Allah dan menyekutukan-Nya. Maka, Allah pun berfirman:
z`»ysö6ß Ï%©!$# t,n=y{ ylºurøF{$# $yg¯=à2 $£JÏB àMÎ7/Yè? ÞÚöF{$# ô`ÏBur óOÎgÅ¡àÿRr& $£JÏBur Ÿw tbqßJn=ôètƒ ÇÌÏÈ  
Maha Suci Allah yang telah menciptakan segala macam tetumbuhan, buah-buahan dan berbagai macam tanaman ini seluruhnya, dan yang telah menciptakan anak-anak mereka, ada yang laki-laki dan ada pula yang wanita, dan yang telah menciptakan pula barang-barang yang tidak mereka ketahui, yaitu yang Allah belum memberitahukan barang-barang yang mereka tidak ketahui, yaitu yang allah belum memberitahukan barang-barang tersebut kepada mereka dan tidak memberi jalan kepada mereka untuk mengetahuinya secara rinci, tetapi memberitahukan kepada mereka hal itu secara ijma, seperti pada firmannya:
 ß,è=øƒsur $tB Ÿw tbqßJn=÷ès?  
 Dan Allah menciptakan apa yang kamu tidak mengetahuinya. (An-Nahl, 16:8)”
Agar semua itu mereka jadikan sebagai dalil atas kebesaran Yang Maha Pencipta, dan betapa luas kerajaan dan betapa besar Kekuasaan-Nya.
Kesimpulannya, Maha Suci Tuhan kita, pencipta makhluk yang luas ini, yang berdiri dari tumbuh-tumbuhan, binatang, manusia dan pencipta dari apa yang tidak kita ketahui hakikatnya. Hal ini merupakan dalil atas betapa besar kekuasaan Allah dan betapa luas kerajaan-Nya. Maha Suci Tuhan kita dari segala kekurangan yang tidak sesuai dengan keagungan dan kebesaran-Nya.[4]
3.    Penafsiran Ayat tentang pentingnya air dalam pertanian berdasarkan tafsir Al-Azhar
Sedangkan berdasarkan Tafsir Al Azhar mengenai kekayaan Tuhan dan Alam. Surat Yasin ayat 33-36 sebagai berikut:
Banyaklah tanda-tanda dari adanya Allah dan kebesaran dan kekuasaannya. Abu’I Hataiyyah pernah menyairkan:
وَكُلُّ شَئٍ لَهُ اَيَةٌَتَدُلُّ عَلىَ اَنَّهُ وَاحِدٌَ
Di sini disuruh memperhatikan satu di antara kebesaran dan kekuasaan Allah itu. Yaitu bumi yang mati. Bumi menjadi mati karena dua macam. Ada mati musiman dan mati berlarut-larut beribu tahun.
Mati musiman ialah keringnya bumi dimusim kemarau. Tanah jadi lekang. Karena hujan lama tidak turun. Sawah-sawah jadi kering, tanaman muda yang tadinya hidup bisa jadi layu dan mati karena kekeringan. Musim demikian dinamai orang musim paceklik. Nanti apabila musim hujan telah datang, rumput yang telah mati kekeringan itu menampakkan kepalanya kembali. Dia kembali hidup. Musim-musim hujan dan panas itu diperhatikan benar oleh petani dan ditolong oleh pemerintah dengan mempergunakan alat penyelidik, lalu dikeluarkan yang kita klenal dengan “ramalan cuaca”. Bila musim hujan telah datang orang kembali kesawah, lalu diluku, ditegalan dan dibajakkembali. Dilulukan lalu ditanami padi. Padi yang berusia 4 bulan sesuai dengan peerjalanan musim hujan yang empat bulan pula.
Yang kedua ialah bumi mati beribu tahun, sebagai gurun-gurun pasir yang luas di jazirah Arab, di Afrika Utara, di Libia dan Gurun pasir Gobi. Al-Qur’an Surat Saba’ menerangkan bagaimana suburnya negeri Saba’ dizaman purbakala karena kepandaian orang di zaman itu membuat irigasi atau bendungan air,  sehingga keliling negeri dapat dipenuhi dengan kebun-kebun yang subur. Dikatakan: bahwa hubungan dari negeri Saba’ di sebelah selatan tanah Arab itu keterangan setengah ahli tafsir ialah negeri Syam, yaitu dari selatan ke utara Arabia dapat dijalani dengan tidak putus boleh jalan malam jika musim panas dan boleh siang jika musim dingin; jika berhenti maka tempat perhentian itu ada kampung, ada negeri begitu suburnya di waktu itu.
Dizaman sekarang yang didapati yaitu padang pasir terus-terusan. Tidak henti-henti, padang pasir dipagari oleh pegunungan batu keras (granit). Tidak ada tumbuhan apa-apa, sekali-sekali ada tanah kerendahan berupa lembah. Disana air mengendap ke dalam bumi, lalu timbul waadi” atau oase. Dan itu jauh-jauh sekali jaraknya. Ditempat basah yang sedikit itulah orang menanam pohon kurma untuk hidup. Selainnya hanya padang pasir. Sedangkan jarak Mekkah madinah yang selalu dilalui saja pun, kalau tidak tahu jalan jejak onta, orang dapat tersesat di padag pasir dan mati kering kepanasan.
Maka tanah-tanah itu semuanya menjadi tanah mati. Karena disana tidak ada air. Sekali setahun datang hujan. Karena tanah hanya pasir belaka, hujan itu hanya membawa hanyut pasir, maka banjirlah yang terjadi. Bila banjir datang, tanaman kecil yang sedianya akan tumbuh, bisa habis disapu banjir.
Kemudian diusahakan oranglah mencari air dengan alat-alat modern. Telah dilakukan di Lybia dan di Hejaz sendiri. Air bertemu,tanah-tanah dapat disiram dengan air secara tetap, sehingga tanah itu dapat diperkebumi. Maka tanah yang telah mati beribu tahun itu menjadi hidup kembali. Di pekarangan rumah orang-orang hartawan di Jeddah, di Mekkah, di Riadh dan di Madinah orang telah menanami pohon-pohon keliling rumahnya karena air penyiram sudah cukup. Dalam kota Jeddah yang kering sekarang telah ada pohon-pohon rindang, karena tanah itu telah hidup kembali.
Apabila tanah telah hidup, dia sudah dapat ditanami. Dari dalam tanah yang sudah ditanami itu akan keluarlah hasilnya. Keluarlah biji-bijian ditanam biji korma yang membawa biji pula. Ditanami biji-bijian yang lain, dia pun menumbuhkan buah dan menumbuhkan biji yang jika ditanam akan tumbuh puloa, sebab tanah sudah hidup. Tanah tidak mati.
Yang penting terlebih dahulu ialah bagaimana agar tanah atau bumi itu jadi hidup. Kalau dia sudah hidup, dicarilah biji-bijian yang bisa tumbuh dan berhasil baik yang sesuai dengan atau iklimtanah itu.
“Maka dari padanyalah mereka makan “. (ujung ayat 33).
Yakni daripada biji-bijian yang telah tumbuh menghasilkan buah itulah mereka, atau manusia itu makan. Biji itulah yang dijadikan benih untuk ditanam. Selain dari padi dan gandum, yang dia biji dan dia makanan, terdapatlah biji koma; biji dibuang dan yang menyelimuti dimakan. Demikian juga yang lain seumpama mangga dan berpuluh makanan yang lain.
Disini kelihatanlah empat nikmat berturut-turut, yang satu beertali dengan yang lain. Pertama nikmat hidup bagi manusia, kedua nikmat hidup bagi bumi. Ketiga hasil yang keluar dari bumi yang hidup itu untuk dimakan.
“Dan Kami jadikan padanya kebun-kebun dari korma dan berbagai anggur”. (pangkal ayat 34). Disini datang lagi lanjutan nikmat yang keempat. Manusia diberi petunjuk oleh Tuhan mendirikan kebun-kebun, tiba dipadi kita namai sawah-sawah. Padang luas yang dapaat dipergunakan oleh manusia menanamkan tanaman yang sangat diperlukan oleh manusia untuk makanannya. Karena dengan makan baru dia dapat hidup sehat. Oleh karena di tempat mula turun ayat ini ditanah Arab makanan pokok manusia di zaman itu ialah korma, maka disebutlah korma yang terutama. Kemudian baru disebut anggur. Korma yang keras berbatang tinggi berbuah manis dengan anggur-anggur berbagai macam yang sifatnya menjalar dan buahnya menjuntai dan lunak. Disamping itu terdapat berbagai macam kebun dipermukaan bumi ini. Islam telah meluas keseluruh dunia dan ke negeri kita Indonesia. Makanan pokok orang Asia Tenggara ialah beras. Maka kita pun bersawah untuk mencukupkan makan sebagimana di tanah Arab dengan korma dan dinegeri lain dengan gandum.
“Dan kami pancarkan padanya dari mata-mata air”. (ujung ayat 34). 
Sudah jelas bahwa air adalah penyebab adanya hidup di muka bumi ini, baik manusia atau binatang, serangga, apalagi ikan dan sekalian yang tumbuh; semuanya tersebab air(Surat 21, Al-Anbiya’ ayat 30). Maka tumbuhnya korma atau anggur di negeri padang pasir ialah pada Waadi dan Oase. Karena disana ada air tumbuh, atau mata air, atau telaga. Sawah-sawah yang berbadar buatan ialah dialirkan atau diambilakn dari aliran air sungai. Disebelah Sumpur Kudus, terus mengaliri Batang Kuatan yang tebing sungainya tinggi, orang menaikkan air ke sawah dengan memakai kincir air, yang rodanya berputar dalam sungai dan airnya dibawa oleh putaran itu kesawah dan mengalir dengan teratur. Demikian jalan akal manusia secara sederhana dengan alat yang masih sederhana buat mengambil air pembasahi sawah. Dan dimana-mana allah mengadakan mata air. Mata air itu tentu saja berasal dari air hujan.[5]
Mata air yang berasal dari air hujan itu adalah nikmat lapisan kelima. Dan boleh juga dikatakan yang pertama dan utama. “Supaya mereka makan dari buah hasilnya dan tidak diusahakan oleh tangan mereka” (pangkal ayat 35). Ini adalah tafsiran yang pertama, yaitu huruf (Maa) pada öNÍgƒÏ÷ƒr& m÷Gn=ÏJtã$tB   (Maa naafiyah)  diartikan dengan nafi, yaitu tidak. Artinya bahwa mereka telah datang menerima hasil saja. Sebab yang menumbuhkan hasil-hasil itu bukanlah mereka, melainkan langsung atas kehendak Tuhan. Alasanya pun ada dalam Al-Qur’an sendiri:
Läê÷ƒuätsùr& $¨B šcqèOãøtrB ÇÏÌÈ   óOçFRr&uä ÿ¼çmtRqããu÷s? ÷Pr& ß`øtwU tbqããͺ¨9$# ÇÏÍÈ  
Maka Terangkanlah kepadaku tentang yang kamu tanam. kamukah yang menumbuhkannya atau kamikah yang menumbuhkannya?” (Qs.Al-Waaqi’ah,56; 63-64)
Tafsir yang kedua ialah huruf (Maa) itu diartikan sebagai مَامَوصُولَة (Maa Maushuulah) yaitu isim penghubung. Menjadi tafsirnya ialah: “Supaya mereka makan dari buah hasilnya dan apa yang diusahakan oleh tangan mereka”. (pangkal ayat 35). Dengan mengartikan Maa jadi maushuul, penghubung, diakuilah juga usaha manusia, karena memang manusia itu pun diperintahkan oleh Tuhan supaya berusaha. Kebun-kebun dan sawah-sawah pun jadi lebih teratur kalau manusia mau mengusahakannya juga dengan tangannya. Sebab itu maka hasil yang diberikan Allah kepadanya ialah sepanjang yang dia usahakan jua.
br&ur }§øŠ©9 Ç`»|¡SM~Ï9 žwÎ) $tB 4Ótëy ÇÌÒÈ  
Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya,” (Qs. An-Najm:39)
Tentu saja ayat ini bukan mengenai hasil amal dunia saja yang akan diterimanya pahalanya di akhirat, tetapi usaha di dunia ini pun termasuk.
Dan akan lebih jelas lagi jika diingat perintah Tuhan mengeluarkan zakat pada hasil ladang dan sawah itu telah dipetik.
 (#qè=à2 `ÏB ÿ¾Ín̍yJrO !#sŒÎ) tyJøOr& (#qè?#uäur ¼çm¤)ym uQöqtƒ ¾ÍnÏŠ$|Áym
“Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila Dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya. (Surat Al-An’am ayat 141).
Itulah tanda bersyukur yang paling penting. Kalau dimasukkanya padi kedalam kapuk atau lumbung setelah habis menyabit atau menuai, padahal nisbahnya sudah sampai dengan tidak dikeluarkan zakatnya terlebih dahulu, niscaya bukanlah bersyukur namanya. Bahkan memakan harta yang masih disangka hak kepunyaannya sendiri, padahal sudah haq kepunyaannya faqir miskin.[6]
Dalam tafsir ini juga menjelaskan bahwasaanya segala tumbuh-tumbuhan yang tumbuh dimuka bumi ini pun berpasangan juga. Tiba pada yang tumbuh dari bumi dan pada binatang-binatang disebut orang ada jantan dan ada betina. Sedangkan pepaya, ada pepaya jantandan ada pepaya betina. Orang arab mengerti benar “ mengawinkan” korma jantan dengan korma betina. Kalau sudah dikawinkan maka korma betina itu akan banyak buahnya. Mulanya Nabi kita Muhammad Saw. Kurang begutu menghadapkan perhatian kepada urusan itu, sehingga seketika seseorang yang hendak menanam korma akan mengawinkan kormanya lebih dahulu, maka Nabi saw. Menyatakan bahwa hal itu tidak perlu.[7]
4.    Ayat-ayat yang berkaitan mengenai pentingnya Air dalam pertanian
Penjelasan lain mengenai kandungan surat Yasin ayat 33-35 sebagai berikut:
1.        Kata Kunci
Al-ardhu        : Bumi
Al-maitatu     : Yang mati
Ahyainaha     : Kami hidupkannya
Akhrajna       : Kami keluarkan
Habban         : Biji-bijian
Yakuluna       : Mereka makan

2.        Penjelasan
Allah memberikan tanda keberannya dari penciptaan bumi yang mati kekeringan dengan menjadikan hidup sehingga tanah-nya menjadi subur, “wa ayatul-lahumul ar-dhul-maytatu ahyaynaha” salah satu cara Allah untuk menghidupkan bumi yang mati yakni dengan menurunkan air hujan . sebagaimana telah dijelaskan dalam Qs. Thaha ayat 20 bahwa Allah yang telah menjadikan bagimu bumi sebagai hamparan dan Allah telah menjadikan bagimu di bumi itu jalan-jalan, menurunkan dari langit air hujan itu berjenis-jenis dari tumbuh-tumbuhan yang bermacam-macam.[8]
Tanah yang hidup dan subur mampu menumbuhkan berbagai pepohonan yang menghasilkan buah-buahan. Juga dapat tumbuh biji-bijian, “ wa akhrajna minha habba.” Hasil panen biji-bijian tersebut dapat dikonsumsi oleh manusia, “faminhu ya’kuluna,”. Biji-bijian yang tumbuh di tanah yang subur dapat berupa biji padi yang dikelola oleh manusia menjadi beras, lalu menjadi nasi yang menjadi makanan pokok bagi manusia.
Tanah yang subur juga menjadi kebun-kebun yang lebat dengan pepohonan yang menghasilkan buah seperti kurma dan anggur, “wa ja’alna fiha jannatin min-nakhi wa a’nabin” pada titik tertentun di tanah terdapat sumber pancaran air, “wafajjarna fiha minal-uyuni.”mata air tersebut mampu menjadi pusat air tersebut mampu menjadi pusat air bagi irigasi pertanian dan perkebunan. Semua ciptaan Allah tersebut sangat bermanfaat bagi manusia sehingga tercukupi kebutuhan pangannya. Syaratnya manusia harus bercocok tanam supaya tanah, biji-bijian dan air dapat menghasilkan makanan, “ liya’ kulu min tsamarihi wa ma ‘amilathu aydhihim.”
Kesimpulan:
Penciptaaan tanah yang disuburkan dengan air hujan telah membawa berkah bagi manusia. Pertama, manusia dapat menanam berbagai biji-bijian. Kedua, biji-bijian tersebut akan tumbuh dan berbuah sehingga manusia dapat menjadikannya makanan sehari-hari. Dan ketiga, semua penciptaan dan karunia kemudahan tersebut diberikan oleh Allah supaya manusia banyak bersyukur, “Afala yasykuruna.”[9]
Merujuk pada judul “Pentingnya air dalam kehidupan pertanian” dapat ditarik kesimpulan dengan menganalisa berdasarkan penjelasan kandungan surat Yasin ayat 33-35 sebagai berikut : bumi akan mati jika tidak dituruni hujan, hasil dari bumi yang hidup untuk dimakan.
1          Bumi akan mati jika tidak dituruni hujan.
Berdasarkan dari tafsir Al-Maraghi suat yasin ayat 33 bahwasanya:
          Di anatara bukti-bukti kekuasaan Kami untuk membangkitkan kembali ialah dihidupkannya bumi yang telah mati yang tidak ada tumbuhan di sana dengan diturunkannya air padanya.
Sedangkan dalam tafsir Al-Azhar lebih mendalam dalam memaknainya yakni:
Di antara kebesaran dan kekuasaan Allah itu. Yaitu bumi yang mati. Bumi menjadi mati karena dua macam. Ada mati musiman dan mati berlarut-larut beribu tahun. Mati musiman ialah keringnya bumi dimusim kemarau. Tanah jadi lekang. Karena hujan lama tidak turun. Sawah-sawah jadi kering, tanaman muda yang tadinya hidup bisa jadi layu dan mati karena kekeringan. Musim demikian dinamai orang musim paceklik.
Nanti apabila musim hujan telah datang, rumput yang telah mati kekeringan itu menampakkan kepalanya kembali. Dia kembali hidup. Musim-musim hujan dan panas itu diperhatikan benar oleh petani dan ditolong oleh pemerintah dengan mempergunakan alat penyelidik, lalu dikeluarkan yang kita klenal dengan “ramalan cuaca”. Bila musim hujan telah datang orang kembali kesawah, lalu diluku, ditegalan dan dibajakkembali. Dilulukan lalu ditanami padi. Padi yang berusia 4 bulan sesuai dengan peerjalanan musim hujan yang empat bulan pula.
Kesimpulannya adalah salah satu cara Allah untuk menghidupkan bumi yang mati yakni dengan menurunkan air hujan . sebagaimana telah dijelaskan dalam Qs. Yasin ayat 33, surat Thaha ayat 20 bahwa Allah yang telah menjadikan bagimu bumi sebagai hamparan dan Allah telah menjadikan bagimu di bumi itu jalan-jalan, menurunkan dari langit air hujan itu berjenis-jenis dari tumbuh-tumbuhan yang bermacam-macam.[10]
2          Hasil dari bumi untuk dimakan.
Tanah yang hidup dan subur mampu menumbuhkan berbagai pepohonan yang menghasilkan buah-buahan. Juga dapat tumbuh biji-bijian, “ wa akhrajna minha habba.” Hasil panen biji-bijian tersebut dapat dikonsumsi oleh manusia, “faminhu ya’kuluna,”. Biji-bijian yang tumbuh di tanah yang subur dapat berupa biji padi yang dikelola oleh manusia menjadi beras, lalu menjadi nasi yang menjadi makanan pokok bagi manusia.[11]
Manfaat yang bersifat Dunia (dunyawiyah) dari bercocok tanam adalah menghasilkan produksi (menyediakan bahan makanan). Karena dalam bercocok tanam, yang bisa mengambil manfaatnya, selain petani itu sendiri juga masyarakat dan negerinya. Lihatlah setiap orang mengkonsumsi hasil-hasil pertanian baik sayuran dan buah-buahan, bijiian maupun palawija yang kesemuanya merupakan kebutuhan mereka. Mereka rela mengeluarkan uang karena mereka butuh kepada hasil-hasil pertaniannya. Maka orang-orang yang bercocok tanam telah memberikan manfaat dengan menyediakan hal-hal yang dibutuhkan manusia. Sehingga hasil tanamannya menjadi manfaat untuk masyarakat dan memperbanyak kebaikan-kebaikannya.[12]
Sedangkan berdasarkan tafsir Al Azhar surat Yasin ayat 33 dan 34 menjelaskan sebagai berikut:
Apabila tanah telah hidup, dia sudah dapat ditanami. Dari dalam tanah yang sudah ditanami itu akan keluarlah hasilnya. Keluarlah biji-bijian ditanam biji korma yang membawa biji pula. Ditanami biji-bijian yang lain, dia pun menumbuhkan buah dan menumbuhkan biji yang jika ditanam akan tumbuh pula, sebab tanah sudah hidup.
$oYô_{÷zr&ur $pk÷]ÏB ${7ym çm÷YÏJsù tbqè=à2ù'tƒ
“Maka dari padanyalah mereka makan “. (ujung ayat 33).
Yakni daripada biji-bijian yang telah tumbuh menghasilkan buah itulah mereka, atau manusia itu makan. Biji itulah yang dijadikan benih untuk ditanam. Selain dari padi dan gandum, yang dia biji dan dia makanan, terdapatlah biji koma; biji dibuang dan yang menyelimuti dimakan. Demikian juga yang lain seumpama mangga dan berpuluh makanan yang lain. [13]
Jika dilihat dari tafsir Al Azhar dapat disimpulkan bahwasannya Allah menurunkan hujan, dengan hujan tumbuhlah buah, biji-bijian. Biji itulah yang dijadikan benih untuk ditanan. Tanaman itu dadap dimakan seperti di negeri Arab menghasilkan kurma, di Asia makanan pokoknya ialah padi, dan negeri lain gandum.
Selain surat Yasin ayat 33 sampai 35 ayat-ayat lain yang berhubungan dengan tumbuhan dan biji-bijian adalah seperti surat Al-kahfi 45:
ó>ÎŽôÑ$#ur Mçlm; Ÿ@sV¨B Ío4quŠptø:$# $u÷R9$# >ä!$yJx. çm»oYø9tRr& z`ÏB Ïä!$yJ¡¡9$# xÝn=tG÷z$$sù ¾ÏmÎ/ ÛV$t6tR ÇÚöF{$# yxt7ô¹r'sù $VJϱyd çnrâõs? ßx»tƒÌh9$# 3 tb%x.ur ª!$# 4n?tã Èe@ä. &äóÓx« #·ÏtGø)B ÇÍÎÈ  
Dan berilah perumpamaan kepada mereka (manusia), kehidupan dunia sebagai air hujan yang Kami turunkan dari langit, Maka menjadi subur karenanya tumbuh-tumbuhan di muka bumi, kemudian tumbuh-tumbuhan itu menjadi kering yang diterbangkan oleh angin. dan adalah Allah, Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Hujan yang turun menjadikan subur dan karena itu tumbuhlah tumbuh-tumbuhan, biji-bijian, dan semua itu dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan.[14]

C.  Kesimpulan
Berdasarkan hasil pemaparan isi makalah yang ditulis, maka dapat diambil kesimpulan dari tafsir tematik tentang pentingnya air dalam pertanian adalah:
1.        Di anatara bukti-bukti kekuasaan Allah adalah untuk membangkitkan kembali ialah dihidupkannya bumi yang telah mati yang tidak ada tumbuhan di sana dengan diturunkannya air padanya.
2.        Menumbuhkan tetumbuhan yang berbeda-beda macam dan ragamnya, bahkan mengeluarkan biji yang merupakan makanan bagimu dan binatang ternakmu.
3.        Dalam tanah yang sudah ditanami akan keluarlah hasilnya. Keluarlah biji-bijian ditanam biji korma yang membawa biji pula. Ditanami biji-bijian yang lain, dia pun menumbuhkan buah dan menumbuhkan biji yang jika ditanam akan tumbuh pula, sebab tanah sudah hidup. Tanah tidak mati.

D.      Analisis
     Berdasarkan dari hasil penafsiran tematik mengenai pentingnya air hujan untuk pertanian. Penulis merasa sangat tertarik dan mendapat banyak manfaat dari hasil penafsiran ini karena dilihat dari penafsiran surat Yasin ayat 33-35 bahwasanya air hujan bermanfaat untuk pertumbuhan segala macam tanaman.
Tanaman tidak dapat tumbuh jika tidak ada hujan. Tidak saja tumbuhan, manusia, hewan, dan makhluk hidup lain juga membutuhkan air. Dengan adanya hujan segala macam tumbuhan yang indah yang bermacam-macam akan tumbuh. Dalam Al-Qur’an tidak hanya surat Yasin ayat 33-35 saja yang membahas mengenai hujan ayat-ayat lain juga membahasnya seperti surat: Al-Baqarah: 22, 265, Al-An’am; 99,  Al-A’raf :57, Yunus: 24,  Ibrahim: 32, An-Nahl :10-11, 65, Thaaha: 53, As-Sajdah:27, Fathir: 27, 57. Al-Hadid 57.
Dari tumbuhan yang ditanam akan menghasilkan hasil yang dapat memenuhi kebutuhan pangan. Di Negari Arab Saudi makanan berupa Kurma, di Asia seperti indonesia padi. Kemudian tanaman-tanaman lain ada yang disebut dalam sejumlah ayat berdampingan dengan penyebutan kurma. Misalnya anggur, disebut tidak kurang dari 9 kali berdampingan dengan kurma. Zaitun, tidak kurang 5 kali disebut berdampingan dengan kurma. Delima disebut 3 kali berdampingan dengan kurma, demikian pula biji-bijian.
     Biji-bijian (leguminosa) bahkan dalam dua ayat disebut mendahulu tumbuhnya kurma  (QS 36:33 ; QS 6:99), karena dia berfungsi sebagi tanaman perintis yang mengikat nitrogen dari udara. Dia mengantarkan lahan yang semula mati/gersang sampai layak untuk ditumbuhi kurma dan kemudian juga tanaman-tanaman lainnya.
     Ada juga yang disebut tidak secara berdampingan tetapi masih dalam rangkaian ayat-ayat yang membahas hal yang sama, sehingga masih dalam konteks yang sama. Misalnya padi-padian yang melengkapi kebun kurma (QS 18:32) atau ditanam sesudah kebun kurma memancarkan air – setelah tanah subur (QS 36:35), untuk melengkapi kebutuhan tanaman pangan bagi manusia.
     Jadi dengan mengunakan tafsir tematik kita akan semakin mengetahui secara mendalam pentingnya air tidak hanya dilihat berdasarkan satu ayat saja. Selain itu air hujan juga bermanfaat untuk irigasi.

Daftar Rujukan

Ahmad Mushthafa Al-Maraghi, 1989. Tafsir Al Maraghi. Semarang: Cv Toha Putra.

Muhammad, Su’aib. 2013. Tafsir Tematik. Malang: Uin Press

Hamka. Tafsir Al-Azhar. Surabaya: Yayasan Latimojong.

Suwiknyo, Dwi. 2010.“Kompilaasi tafsir Ayat-ayat Ekonomi Islam buku referensi program studi ekonomi islam” Yogyakarta. hal. 204

Syekh Tanthawi Jauhari, 1984. Qur’an &Ilmu pengetahuan modern. Surabaya:Al-Ikhlas.


Hajj Ahmad, Yusuf. 2008. Seri kemukjizatan Al-Qur’an dan Sunah.Yogyakarta: Sajadah Press.




[1] Syekh Tanthawi Jauhari, 1984. Qur’an &Ilmu pengetahuan modern. Surabaya:Al-Ikhlas. Hal.89
[4] Ahmad Mushthafa Al-Maraghi, 1989. Tafsir Al Maraghi. Semarang: Cv Toha Putra. Hal.8
[5] Ibid, hal 46
[6] Ibid, hal 49
[7] Ibid, hal.50
[8] Suwiknyo, Dwi. 2010.“Kompilaasi tafsir Ayat-ayat Ekonomi Islam buku referensi program studi ekonomi islam” Yogyakarta. hal. 204
[9] Ibid. Hal. 205-206
[10] Al-Qur’an, 2 (al-Baqarah): 22, 265, 6. (Al-An’am); 99,  7 (Al-A’raf):57, 10. (Yunus): 24, 14.(Ibrahim): 32, 16. (An-Nahl):10-11, 65, 20. (Thaaha): 53, 32. (As-Sajdah):27, 35. (Fathir): 27, 57. (Al-Hadid) 57.
[11] Suwikno, hal. 205
[12]file:///C:/Users/Nisfa/Documents/16.%20KEUTAMAAN%20PETANI%C2%A0MUSLIM%20_%20PERTANIAN%20DAN%20ISLAM.htm
[13] Tafsir Al azhar, hal.45.
[14] Qs. Al-baqarah: 266, Qs. Al-Anam: 99, Qs. Al-mukminun: 23, Qs. Ar-Rum:46, Qs. Al-Qaff:9.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar