PENTINGNYA AIR DALAM PERTANIAN
Nishfatul Qomariyah
(15770065)
A. Pendahuluan
Bila kita mengamalkan Al-Quran sebagai usaha kita
mengimplementasikan kemakmuran umat, maka petunjuk-NYA harus kita lihat dan
memahami dengan ilmu dan amalan yang sesungguhnya. Petunjuk detil tentang
tahap-tahap pemakmuran bumi ini ada seperti
yang tertuang dalam surat Yasin ayat 33-35.
Ketika penciptaan
bumi dan langit serta bermaksud menciptakan manusia diatas bumi ini, Allah SWT
pun lantas menciptakan air didalam bumi yang menjadi sumber penghimpunan
manusia dan semua biota yang ada disekitarnya.
Kadang
kadang kita terlalu sibuk dengan mencari ilmu di internet, buku, majalah dan
sebagainya dan terlupa bahawa di dalam Al Quran terdapat banyak ayat-ayat yang
menceritakan hal yang berkaitan pertanian. Ianya berbentuk soalan (yang perlu
kita fikirkan), panduan, peringatan dan sebagainya. Kita (petani) perlu
mengambil perhatian akan isi Al-Quran yang sungguh lengkap. Cuma kita kita yang
sering terlupa.
Negara Indonesia dikaruniai kekayaan alam yang
melimpah ruah baik dari kehutanan, perikanan, perkebunan dan pertanian serta
kekayaan alam lainnya. Sebagian potensi alam itu mampu dikembangkan penduduk di
tanah air dan sebagian lagi belum mampu dimaksimalkan secara baik. Potensi alam pertanian yang besar di
tanah air telah dikembangkan para petani. Hal ini tak terlepas karena sebagian
besar penduduk Indonesia berprofesi sebagai petani.
Berdasarkan paparan
diatas akan diuraikan beberapa ayat mengenai pentingnya air dalam pertanian
dalam pandangan Al-Qur’an serta yang berhubungan tumbuhnya tumbuhan, dan
biji-bijian.
B. Pembahasan
1.
Pengertian air hujan
dan pertanian
Air adalah pangkal kehidupan. Apabila matahari
memancarkan sinarnya panasnya ke bumi dan ke laut, maka sebagian airnya menjadi
uap, lalu membumbung ke atmosfir yang dingin berbentuk butir-butir air;
kemudian berkumpul dengan lainnya menjadi besar dan berangsur -angsur bertambah
besar menjadi awan mendung lalu jatuh ke bumki yang disebut dengan hujan.[1]
Menurut
Sanganatan (1989) bahwa Istilah umum “pertanian” berarti kegiatan menanami
tanah dengan tanaman yang nantinya menghasilkan suatu yang dapat dipanen, dan
kegiatan pertanian merupakan campur tangan manusia terhadap tetumbuhan asli dan
daur hidupnya. Dalam pertanian modern campur tangan ini semakin jauh dalam
bentuk masukan bahan kimia pertanian, termasuk: pupuk kimia, pestisida dan
bahan pembenah tanah lainnya. [2]
Islam
memandang profesi sebagai petani merupakan profesi mulia dan terhormat. Hal ini
disebabkan karena beberapa hal. Salah satunya adalah karena Allah SWT
menciptakan bumi beserta isinya unuk kemudahan manusia. Tanaman dan tumbuhan
dapat tumbuh dengan mudah dan berproduksi sendiri di muka bumi dalam kadar
tertentu. Allah SWT telah menghamparkan bumi, mencurahkan air hujan, angin dan
lain-lain untuk memudahkan manusia bercocok tanam. Allah SWT berfirman: “Nikmat
Tuhan mana yang kamu dustakan?
Profesi petani menurut pandangan Islam: Rasululullah SAW
bersabda:”Seorang muslim yang menanam tumbuhan atau menaburkan benih, lalu
tanaman itu dimakan oleh manusia atau burung, maka itu baginya merupakan suatu
sedekah” (HR Bukhari Muslim). Dalam hadist yang lain, sabda Rasulullah
SAW:”Seorang muslim yang menanam tumbuhan maka apa-apa yang jika dimakan
tanaman itu merupakan suatu sedekah, apa yang dicuri tanaman itu merupakan
suatu sedekah baginya tidak dikurangi sedikitpun sampai hari kiamat” (HR
Bukhari). Dalil ini merupakan motivasi kepada setiap muslim
khususnya yang berprofesi sebagai petani betapa besar pahala bercocok tanam atau
menabur benih. Pahala akan terus mengalir waktu hidup maupun meninggal dunia
jika tanaman itu dimakan atau dimanfaatkan oleh orang lain.
Ilmu
pertanian merupakan fardhu kifayah yang berarti harus ada orang diantara
masyarakat yang menguasai ilmu pertanian. Jika tidak ada yang menguasai ilmu
pertanian pada satu masyarakat berarti semua orang dalam masyarakat itu akan
berdosa. Namun jika ada seorang yang menguasai ilmu pertanian maka gugurlah
kewajiban yang lain atau tidak berdosa. Sementara itu, menurut hukum Islam,
tanaman yang haram untuk ditanam adalah setiap tumbuhan yang haram untuk
dimakan seperti ganja, kecuali dalam keadaan darurat.[3]
2.
Penafsiran Ayat tentang pentingnya air dalam pertanian
berdasarkan tafsir Al-Maraghi
×pt#uäur ãNçl°; ÞÚöF{$# èptGøyJø9$# $yg»uZ÷uômr& $oYô_{÷zr&ur $pk÷]ÏB ${7ym çm÷YÏJsù tbqè=à2ù't ÇÌÌÈ $oYù=yèy_ur $ygÏù ;M»¨Zy_ `ÏiB 9@ϯU 5=»oYôãr&ur $tRö¤fsùur $pkÏù z`ÏB Èbqããèø9$# ÇÌÍÈ (#qè=à2ù'uÏ9 `ÏB ¾ÍnÌyJrO $tBur çm÷Gn=ÏJtã öNÍgÏ÷r& ( xsùr& tbrãà6ô±o ÇÌÎÈ
Artinya:
“Dan suatu tanda
(kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah bumi yang mati. Kami hidupkan
bumi itu dan Kami keluarkan dari padanya biji-bijian, Maka daripadanya mereka
makan. Dan Kami jadikan padanya kebun-kebun kurma dan anggur dan Kami pancarkan
padanya beberapa mata air. Supaya mereka
dapat Makan dari buahnya, dan dari apa yang diusahakan oleh tangan mereka. Maka
Mengapakah mereka tidak bersyukur?(Qs. Yasin , 36:33-35)
Setelah Allah swt
menerangkan bahwa seluruh hamba-Nya akan hadirkan di hadapan-Nya pada hari
kiamat untuk dihisab dan diberikan balasan atas perbuatan-perbuatan yang telah
mereka lakukan, maka dilanjutkan dengan menerangkan bahwa kebangkitan adalah
mungkin terjadi, dan tidak mustahil. Dan sebagai bukti
ialah, bahwa bumi akan mati apabila dituruni hujan, maka menjadi hidup dan
menumbuhkan bermacam-macam tetumbuhan yang indah. Kemudian Allah menyebutkan
pula bahwa wajib atas hamba-hamba-Nya mensyukuri nikmat-nikmat ini dengan cara
penyembahan lainya yang tidak memberi manfaat apa-apa dan tidak dapat mencegah
bahaya.
×pt#uäur ãNçl°; ÞÚöF{$# èptGøyJø9$# $yg»uZ÷uômr& $oYô_{÷zr&ur $pk÷]ÏB ${7ym çm÷YÏJsù tbqè=à2ù't ÇÌÌÈ
Di anatara bukti-bukti kekuasaan Kami untuk
membangkitkan kembali ialah dihidupkannya bumi yang telah mati yang tidak ada
tumbuhan di sana dengan diturunkannya air padanya, lalu hiduplah bumi itu,
tubuh dan menumbuhkan tetumbuhan yang berbeda-beda macam dan ragamnya, bahkan
mengeluarkan biji yang merupakan makanan bagimu dan binatang ternakmu. Dan
dengan biji-bijian itu, maka tegaklah kehidupanmu.
$oYù=yèy_ur $ygÏù ;M»¨Zy_ `ÏiB 9@ϯU 5=»oYôãr&ur $tRö¤fsùur $pkÏù z`ÏB Èbqããèø9$# ÇÌÍÈ
“Dan Kami
jadikan padanya kebun-kebun kurma dan anggur dan Kami pancarkan padanya
beberapa mata air. (Qs. Yasin, 36: 34)”
Dan Kami adakah di muka bumi yang telah Kami
hidupkan itu kebun-kebun kurma dan anggur, dan Kami buat padanya sungai-sungai
yang menjalar-jalar di tempat-tempat dimana kebun-kebun itu tersebar, supaya
mereka dapat memakan buah dari kebun-kebun itu atau dari hasil tanggan mereka,
yaitu hasil yang telah mereka tanam dan semaikan.
Kemudian, setelah Allah menyebut-nyebut nikmat-Nya,
maka disuruhnya mereka untuk bersyukur kepada-Nya, seraya firman-Nya:
xsùr& tbrãà6ô±o ÇÌÎÈ
Artinya:
Tidakkah mereka bersyukur kepada pencipta nikmat-nikmat ini atas segala karunia
yang telah Dia berikan kepada mereka yang tak bisa dihitung itu.
Dan setelah Allah menyuruh mereka
supaya bersyukur, sedangkan cara bersyukur kepada Allah Ta’ala ialah beribadah
kepadan-Nya, namun cara mereka meninggalkan ibadah itu, bahkan menyembah selain
Allah dan menyekutukan-Nya. Maka, Allah pun berfirman:
z`»ysö6ß Ï%©!$# t,n=y{ ylºurøF{$# $yg¯=à2 $£JÏB àMÎ7/Yè? ÞÚöF{$# ô`ÏBur óOÎgÅ¡àÿRr& $£JÏBur w tbqßJn=ôèt ÇÌÏÈ
Maha Suci Allah yang telah menciptakan segala macam
tetumbuhan, buah-buahan dan berbagai macam tanaman ini seluruhnya, dan yang
telah menciptakan anak-anak mereka, ada yang laki-laki dan ada pula yang
wanita, dan yang telah menciptakan pula barang-barang yang tidak mereka ketahui,
yaitu yang Allah belum memberitahukan barang-barang yang mereka tidak ketahui,
yaitu yang allah belum memberitahukan barang-barang tersebut kepada mereka dan
tidak memberi jalan kepada mereka untuk mengetahuinya secara rinci, tetapi
memberitahukan kepada mereka hal itu secara ijma, seperti pada firmannya:
ß,è=øsur $tB w tbqßJn=÷ès?
“Dan Allah menciptakan apa yang kamu tidak
mengetahuinya. (An-Nahl, 16:8)”
Agar semua itu mereka jadikan sebagai dalil atas
kebesaran Yang Maha Pencipta, dan betapa luas kerajaan dan betapa besar
Kekuasaan-Nya.
Kesimpulannya, Maha
Suci Tuhan kita, pencipta makhluk yang luas ini, yang berdiri dari
tumbuh-tumbuhan, binatang, manusia dan pencipta dari apa yang tidak kita
ketahui hakikatnya. Hal ini merupakan dalil atas betapa
besar kekuasaan Allah dan betapa luas kerajaan-Nya. Maha Suci Tuhan kita dari
segala kekurangan yang tidak sesuai dengan keagungan dan kebesaran-Nya.[4]
3.
Penafsiran Ayat tentang pentingnya air dalam pertanian
berdasarkan tafsir Al-Azhar
Sedangkan berdasarkan Tafsir Al Azhar mengenai
kekayaan Tuhan dan Alam. Surat Yasin ayat 33-36 sebagai berikut:
Banyaklah tanda-tanda dari adanya Allah dan
kebesaran dan kekuasaannya. Abu’I Hataiyyah pernah menyairkan:
وَكُلُّ شَئٍ لَهُ اَيَةٌَتَدُلُّ عَلىَ اَنَّهُ وَاحِدٌَ
Di sini disuruh memperhatikan satu di antara
kebesaran dan kekuasaan Allah itu. Yaitu bumi yang mati. Bumi menjadi mati
karena dua macam. Ada mati musiman dan mati berlarut-larut beribu tahun.
Mati musiman ialah keringnya bumi dimusim kemarau.
Tanah jadi lekang. Karena hujan lama tidak turun. Sawah-sawah jadi kering,
tanaman muda yang tadinya hidup bisa jadi layu dan mati karena kekeringan.
Musim demikian dinamai orang musim paceklik. Nanti apabila musim hujan telah
datang, rumput yang telah mati kekeringan itu menampakkan kepalanya kembali.
Dia kembali hidup. Musim-musim hujan dan panas itu diperhatikan benar oleh
petani dan ditolong oleh pemerintah dengan mempergunakan alat penyelidik, lalu
dikeluarkan yang kita klenal dengan “ramalan cuaca”. Bila musim hujan telah
datang orang kembali kesawah, lalu diluku, ditegalan dan dibajakkembali.
Dilulukan lalu ditanami padi. Padi yang berusia 4 bulan sesuai dengan
peerjalanan musim hujan yang empat bulan pula.
Yang kedua ialah
bumi mati beribu tahun, sebagai gurun-gurun pasir yang luas di jazirah Arab, di
Afrika Utara, di Libia dan Gurun pasir Gobi. Al-Qur’an Surat Saba’ menerangkan
bagaimana suburnya negeri Saba’ dizaman purbakala karena kepandaian orang di
zaman itu membuat irigasi atau bendungan air, sehingga keliling negeri dapat dipenuhi dengan kebun-kebun yang subur.
Dikatakan: bahwa hubungan dari negeri Saba’ di sebelah selatan tanah Arab itu
keterangan setengah ahli tafsir ialah negeri Syam, yaitu dari selatan ke utara
Arabia dapat dijalani dengan tidak putus boleh jalan malam jika musim panas dan
boleh siang jika musim dingin; jika berhenti maka tempat perhentian itu ada
kampung, ada negeri begitu suburnya di waktu itu.
Dizaman sekarang yang didapati yaitu padang pasir
terus-terusan. Tidak henti-henti, padang pasir dipagari oleh pegunungan batu
keras (granit). Tidak ada tumbuhan apa-apa, sekali-sekali ada tanah kerendahan
berupa lembah. Disana air mengendap ke dalam bumi, lalu timbul waadi” atau
oase. Dan itu jauh-jauh sekali jaraknya. Ditempat basah yang sedikit itulah
orang menanam pohon kurma untuk hidup. Selainnya hanya padang pasir. Sedangkan
jarak Mekkah madinah yang selalu dilalui saja pun, kalau tidak tahu jalan jejak
onta, orang dapat tersesat di padag pasir dan mati kering kepanasan.
Maka tanah-tanah itu semuanya menjadi tanah mati.
Karena disana tidak ada air. Sekali setahun datang hujan. Karena tanah hanya
pasir belaka, hujan itu hanya membawa hanyut pasir, maka banjirlah yang
terjadi. Bila banjir datang, tanaman kecil yang sedianya akan tumbuh, bisa
habis disapu banjir.
Kemudian diusahakan oranglah mencari air dengan
alat-alat modern. Telah dilakukan di Lybia dan di Hejaz sendiri. Air
bertemu,tanah-tanah dapat disiram dengan air secara tetap, sehingga tanah itu
dapat diperkebumi. Maka tanah yang telah mati beribu tahun itu menjadi hidup
kembali. Di pekarangan rumah orang-orang hartawan di Jeddah, di Mekkah, di
Riadh dan di Madinah orang telah menanami pohon-pohon keliling rumahnya karena
air penyiram sudah cukup. Dalam kota Jeddah yang kering sekarang telah ada
pohon-pohon rindang, karena tanah itu telah hidup kembali.
Apabila tanah telah hidup, dia sudah dapat ditanami.
Dari dalam tanah yang sudah ditanami itu akan keluarlah hasilnya. Keluarlah
biji-bijian ditanam biji korma yang membawa biji pula. Ditanami biji-bijian
yang lain, dia pun menumbuhkan buah dan menumbuhkan biji yang jika ditanam akan
tumbuh puloa, sebab tanah sudah hidup. Tanah tidak mati.
Yang penting terlebih dahulu ialah bagaimana agar
tanah atau bumi itu jadi hidup. Kalau dia sudah hidup, dicarilah biji-bijian
yang bisa tumbuh dan berhasil baik yang sesuai dengan atau iklimtanah itu.
“Maka dari padanyalah
mereka makan “. (ujung ayat 33).
Yakni daripada biji-bijian yang telah tumbuh
menghasilkan buah itulah mereka, atau manusia itu makan. Biji itulah yang
dijadikan benih untuk ditanam. Selain dari padi dan gandum, yang dia biji dan
dia makanan, terdapatlah biji koma; biji dibuang dan yang menyelimuti dimakan.
Demikian juga yang lain seumpama mangga dan berpuluh makanan yang lain.
Disini kelihatanlah empat nikmat berturut-turut,
yang satu beertali dengan yang lain. Pertama nikmat hidup bagi manusia, kedua
nikmat hidup bagi bumi. Ketiga hasil yang keluar dari bumi yang hidup itu untuk
dimakan.
“Dan Kami jadikan padanya kebun-kebun dari korma dan
berbagai anggur”. (pangkal ayat 34). Disini datang lagi
lanjutan nikmat yang keempat. Manusia diberi petunjuk oleh Tuhan mendirikan
kebun-kebun, tiba dipadi kita namai sawah-sawah. Padang luas yang dapaat
dipergunakan oleh manusia menanamkan tanaman yang sangat diperlukan oleh
manusia untuk makanannya. Karena dengan makan baru dia dapat hidup sehat. Oleh
karena di tempat mula turun ayat ini ditanah Arab makanan pokok manusia di
zaman itu ialah korma, maka disebutlah korma yang terutama. Kemudian baru
disebut anggur. Korma yang keras berbatang tinggi berbuah manis dengan
anggur-anggur berbagai macam yang sifatnya menjalar dan buahnya menjuntai dan
lunak. Disamping itu terdapat berbagai macam kebun dipermukaan bumi ini. Islam
telah meluas keseluruh dunia dan ke negeri kita Indonesia. Makanan pokok orang
Asia Tenggara ialah beras. Maka kita pun bersawah untuk mencukupkan makan
sebagimana di tanah Arab dengan korma dan dinegeri lain dengan gandum.
“Dan kami pancarkan
padanya dari mata-mata air”. (ujung ayat 34).
Sudah jelas bahwa air adalah penyebab adanya hidup
di muka bumi ini, baik manusia atau binatang, serangga, apalagi ikan dan
sekalian yang tumbuh; semuanya tersebab air(Surat 21, Al-Anbiya’ ayat 30). Maka
tumbuhnya korma atau anggur di negeri padang pasir ialah pada Waadi dan Oase.
Karena disana ada air tumbuh, atau mata air, atau telaga. Sawah-sawah yang
berbadar buatan ialah dialirkan atau diambilakn dari aliran air sungai.
Disebelah Sumpur Kudus, terus mengaliri Batang Kuatan yang tebing sungainya
tinggi, orang menaikkan air ke sawah dengan memakai kincir air, yang rodanya
berputar dalam sungai dan airnya dibawa oleh putaran itu kesawah dan mengalir
dengan teratur. Demikian jalan akal manusia secara sederhana dengan alat yang
masih sederhana buat mengambil air pembasahi sawah. Dan dimana-mana allah
mengadakan mata air. Mata air itu tentu saja berasal dari air hujan.[5]
Mata air yang berasal dari air hujan itu adalah
nikmat lapisan kelima. Dan boleh juga dikatakan yang pertama dan utama. “Supaya
mereka makan dari buah hasilnya dan tidak diusahakan oleh tangan mereka”
(pangkal ayat 35). Ini adalah tafsiran yang pertama, yaitu huruf (Maa) pada “
öNÍgÏ÷r&
m÷Gn=ÏJtã$tB” (Maa naafiyah)
diartikan dengan nafi, yaitu tidak. Artinya bahwa mereka telah datang
menerima hasil saja. Sebab yang menumbuhkan hasil-hasil itu bukanlah mereka,
melainkan langsung atas kehendak Tuhan. Alasanya pun ada dalam Al-Qur’an
sendiri:
Läê÷uätsùr& $¨B cqèOãøtrB ÇÏÌÈ óOçFRr&uä ÿ¼çmtRqããu÷s? ÷Pr& ß`øtwU tbqããͺ¨9$# ÇÏÍÈ
“Maka
Terangkanlah kepadaku tentang yang kamu tanam. kamukah yang menumbuhkannya atau
kamikah yang menumbuhkannya?” (Qs.Al-Waaqi’ah,56; 63-64)
Tafsir yang kedua
ialah huruf (Maa) itu diartikan sebagai مَامَوصُولَة (Maa Maushuulah) yaitu isim penghubung.
Menjadi tafsirnya ialah: “Supaya mereka makan dari buah hasilnya dan apa yang
diusahakan oleh tangan mereka”. (pangkal ayat 35). Dengan mengartikan Maa jadi
maushuul, penghubung, diakuilah juga usaha manusia, karena memang manusia itu
pun diperintahkan oleh Tuhan supaya berusaha. Kebun-kebun dan
sawah-sawah pun jadi lebih teratur kalau manusia mau mengusahakannya juga
dengan tangannya. Sebab itu maka hasil yang diberikan Allah kepadanya ialah
sepanjang yang dia usahakan jua.
br&ur }§ø©9 Ç`»|¡SM~Ï9 wÎ) $tB 4Ótëy ÇÌÒÈ
“Dan
bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah
diusahakannya,” (Qs. An-Najm:39)
Tentu saja ayat ini bukan mengenai hasil amal dunia
saja yang akan diterimanya pahalanya di akhirat, tetapi usaha di dunia ini pun
termasuk.
Dan akan lebih jelas lagi jika diingat perintah
Tuhan mengeluarkan zakat pada hasil ladang dan sawah itu telah dipetik.
(#qè=à2 `ÏB ÿ¾ÍnÌyJrO !#sÎ) tyJøOr& (#qè?#uäur ¼çm¤)ym uQöqt ¾ÍnÏ$|Áym
“Makanlah
dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila Dia berbuah, dan tunaikanlah haknya
di hari memetik hasilnya. (Surat Al-An’am ayat 141).
Itulah tanda bersyukur yang paling penting. Kalau
dimasukkanya padi kedalam kapuk atau lumbung setelah habis menyabit atau
menuai, padahal nisbahnya sudah sampai dengan tidak dikeluarkan zakatnya
terlebih dahulu, niscaya bukanlah bersyukur namanya. Bahkan memakan harta yang
masih disangka hak kepunyaannya sendiri, padahal sudah haq kepunyaannya faqir
miskin.[6]
Dalam tafsir ini juga menjelaskan bahwasaanya segala
tumbuh-tumbuhan yang tumbuh dimuka bumi ini pun berpasangan juga. Tiba pada
yang tumbuh dari bumi dan pada binatang-binatang disebut orang ada jantan dan
ada betina. Sedangkan pepaya, ada pepaya jantandan ada pepaya betina. Orang
arab mengerti benar “ mengawinkan” korma jantan dengan korma betina. Kalau
sudah dikawinkan maka korma betina itu akan banyak buahnya. Mulanya Nabi kita
Muhammad Saw. Kurang begutu menghadapkan perhatian kepada urusan itu, sehingga
seketika seseorang yang hendak menanam korma akan mengawinkan kormanya lebih
dahulu, maka Nabi saw. Menyatakan bahwa hal itu tidak perlu.[7]
4.
Ayat-ayat yang berkaitan mengenai pentingnya Air dalam
pertanian
Penjelasan lain mengenai kandungan surat Yasin ayat
33-35 sebagai berikut:
1.
Kata Kunci
Al-ardhu : Bumi
Al-maitatu : Yang mati
Ahyainaha : Kami hidupkannya
Akhrajna : Kami keluarkan
Habban : Biji-bijian
Yakuluna : Mereka makan
2.
Penjelasan
Allah
memberikan tanda keberannya dari penciptaan bumi yang mati kekeringan dengan
menjadikan hidup sehingga tanah-nya menjadi subur, “wa ayatul-lahumul
ar-dhul-maytatu ahyaynaha” salah satu cara Allah untuk menghidupkan bumi
yang mati yakni dengan menurunkan air hujan . sebagaimana telah dijelaskan
dalam Qs. Thaha ayat 20 bahwa Allah yang telah menjadikan bagimu bumi sebagai
hamparan dan Allah telah menjadikan bagimu di bumi itu jalan-jalan, menurunkan
dari langit air hujan itu berjenis-jenis dari tumbuh-tumbuhan yang
bermacam-macam.[8]
Tanah
yang hidup dan subur mampu menumbuhkan berbagai pepohonan yang menghasilkan buah-buahan.
Juga dapat tumbuh biji-bijian, “ wa akhrajna minha habba.” Hasil panen
biji-bijian tersebut dapat dikonsumsi oleh manusia, “faminhu ya’kuluna,”.
Biji-bijian yang tumbuh di tanah yang subur dapat berupa biji padi yang
dikelola oleh manusia menjadi beras, lalu menjadi nasi yang menjadi makanan
pokok bagi manusia.
Tanah
yang subur juga menjadi kebun-kebun yang lebat dengan pepohonan yang
menghasilkan buah seperti kurma dan anggur, “wa ja’alna fiha jannatin
min-nakhi wa a’nabin” pada titik tertentun di tanah terdapat sumber
pancaran air, “wafajjarna fiha minal-uyuni.”mata air tersebut mampu
menjadi pusat air tersebut mampu menjadi pusat air bagi irigasi pertanian dan
perkebunan. Semua ciptaan Allah tersebut sangat bermanfaat bagi manusia
sehingga tercukupi kebutuhan pangannya. Syaratnya manusia harus bercocok tanam
supaya tanah, biji-bijian dan air dapat menghasilkan makanan, “ liya’ kulu
min tsamarihi wa ma ‘amilathu aydhihim.”
Kesimpulan:
Penciptaaan
tanah yang disuburkan dengan air hujan telah membawa berkah bagi manusia.
Pertama, manusia dapat menanam berbagai biji-bijian. Kedua, biji-bijian
tersebut akan tumbuh dan berbuah sehingga manusia dapat menjadikannya makanan
sehari-hari. Dan ketiga, semua penciptaan dan karunia kemudahan tersebut
diberikan oleh Allah supaya manusia banyak bersyukur, “Afala yasykuruna.”[9]
Merujuk pada judul “Pentingnya air dalam kehidupan
pertanian” dapat ditarik kesimpulan dengan menganalisa berdasarkan penjelasan
kandungan surat Yasin ayat 33-35 sebagai berikut : bumi akan mati jika tidak
dituruni hujan, hasil dari bumi yang hidup untuk dimakan.
1
Bumi akan mati
jika tidak dituruni hujan.
Berdasarkan dari tafsir Al-Maraghi
suat yasin ayat 33 bahwasanya:
Di
anatara bukti-bukti kekuasaan Kami untuk membangkitkan kembali ialah dihidupkannya
bumi yang telah mati yang tidak ada tumbuhan di sana dengan diturunkannya air
padanya.
Sedangkan
dalam tafsir Al-Azhar lebih mendalam dalam memaknainya yakni:
Di antara kebesaran dan kekuasaan Allah itu. Yaitu
bumi yang mati. Bumi menjadi mati karena dua macam. Ada mati musiman dan mati
berlarut-larut beribu tahun. Mati musiman ialah keringnya bumi dimusim kemarau.
Tanah jadi lekang. Karena hujan lama tidak turun. Sawah-sawah jadi kering,
tanaman muda yang tadinya hidup bisa jadi layu dan mati karena kekeringan.
Musim demikian dinamai orang musim paceklik.
Nanti apabila musim hujan telah datang, rumput yang
telah mati kekeringan itu menampakkan kepalanya kembali. Dia kembali hidup.
Musim-musim hujan dan panas itu diperhatikan benar oleh petani dan ditolong
oleh pemerintah dengan mempergunakan alat penyelidik, lalu dikeluarkan yang
kita klenal dengan “ramalan cuaca”. Bila musim hujan telah datang orang kembali
kesawah, lalu diluku, ditegalan dan dibajakkembali. Dilulukan lalu ditanami
padi. Padi yang berusia 4 bulan sesuai dengan peerjalanan musim hujan yang
empat bulan pula.
Kesimpulannya adalah salah satu cara Allah untuk
menghidupkan bumi yang mati yakni dengan menurunkan air hujan . sebagaimana
telah dijelaskan dalam Qs. Yasin ayat 33, surat Thaha ayat 20 bahwa Allah yang
telah menjadikan bagimu bumi sebagai hamparan dan Allah telah menjadikan bagimu
di bumi itu jalan-jalan, menurunkan dari langit air hujan itu berjenis-jenis
dari tumbuh-tumbuhan yang bermacam-macam.[10]
2
Hasil dari bumi
untuk dimakan.
Tanah
yang hidup dan subur mampu menumbuhkan berbagai pepohonan yang menghasilkan
buah-buahan. Juga dapat tumbuh biji-bijian, “ wa akhrajna minha habba.” Hasil
panen biji-bijian tersebut dapat dikonsumsi oleh manusia, “faminhu
ya’kuluna,”. Biji-bijian yang tumbuh di tanah yang subur dapat berupa biji
padi yang dikelola oleh manusia menjadi beras, lalu menjadi nasi yang menjadi
makanan pokok bagi manusia.[11]
Manfaat
yang bersifat Dunia (dunyawiyah) dari bercocok tanam adalah
menghasilkan produksi (menyediakan bahan makanan). Karena dalam bercocok tanam,
yang bisa mengambil manfaatnya, selain petani itu sendiri juga masyarakat dan
negerinya. Lihatlah setiap orang mengkonsumsi hasil-hasil pertanian baik
sayuran dan buah-buahan, bijiian maupun palawija yang kesemuanya merupakan
kebutuhan mereka. Mereka rela mengeluarkan uang karena mereka butuh kepada
hasil-hasil pertaniannya. Maka orang-orang yang bercocok tanam telah memberikan
manfaat dengan menyediakan hal-hal yang dibutuhkan manusia. Sehingga hasil tanamannya
menjadi manfaat untuk masyarakat dan memperbanyak kebaikan-kebaikannya.[12]
Sedangkan
berdasarkan tafsir Al Azhar surat Yasin ayat 33 dan 34 menjelaskan sebagai
berikut:
Apabila
tanah telah hidup, dia sudah dapat ditanami. Dari dalam tanah yang sudah ditanami
itu akan keluarlah hasilnya. Keluarlah biji-bijian ditanam biji korma yang
membawa biji pula. Ditanami biji-bijian yang lain, dia pun menumbuhkan buah dan
menumbuhkan biji yang jika ditanam akan tumbuh pula, sebab tanah sudah hidup.
$oYô_{÷zr&ur $pk÷]ÏB ${7ym çm÷YÏJsù tbqè=à2ù't
“Maka dari padanyalah
mereka makan “. (ujung ayat 33).
Yakni daripada biji-bijian yang telah tumbuh
menghasilkan buah itulah mereka, atau manusia itu makan. Biji itulah yang
dijadikan benih untuk ditanam. Selain dari padi dan gandum, yang dia biji dan
dia makanan, terdapatlah biji koma; biji dibuang dan yang menyelimuti dimakan.
Demikian juga yang lain seumpama mangga dan berpuluh makanan yang lain. [13]
Jika dilihat dari tafsir Al Azhar dapat disimpulkan
bahwasannya Allah menurunkan hujan, dengan hujan tumbuhlah buah, biji-bijian.
Biji itulah yang dijadikan benih untuk ditanan. Tanaman itu dadap dimakan
seperti di negeri Arab menghasilkan kurma, di Asia makanan pokoknya ialah padi,
dan negeri lain gandum.
Selain surat Yasin ayat 33 sampai 35 ayat-ayat lain
yang berhubungan dengan tumbuhan dan biji-bijian adalah seperti surat Al-kahfi
45:
ó>ÎôÑ$#ur Mçlm; @sV¨B Ío4quptø:$# $u÷R9$# >ä!$yJx. çm»oYø9tRr& z`ÏB Ïä!$yJ¡¡9$# xÝn=tG÷z$$sù ¾ÏmÎ/ ÛV$t6tR ÇÚöF{$# yxt7ô¹r'sù $VJϱyd çnrâõs? ßx»tÌh9$# 3 tb%x.ur ª!$# 4n?tã Èe@ä. &äóÓx« #·ÏtGø)B ÇÍÎÈ
“Dan berilah perumpamaan kepada mereka
(manusia), kehidupan dunia sebagai air hujan yang Kami turunkan dari langit,
Maka menjadi subur karenanya tumbuh-tumbuhan di muka bumi, kemudian
tumbuh-tumbuhan itu menjadi kering yang diterbangkan oleh angin. dan adalah
Allah, Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
Hujan yang turun menjadikan subur dan karena itu
tumbuhlah tumbuh-tumbuhan, biji-bijian, dan semua itu dapat digunakan untuk
memenuhi kebutuhan pangan.[14]
C.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pemaparan isi makalah yang ditulis,
maka dapat diambil kesimpulan dari tafsir tematik tentang pentingnya air dalam
pertanian adalah:
1.
Di anatara bukti-bukti kekuasaan Allah adalah untuk
membangkitkan kembali ialah dihidupkannya bumi yang telah mati yang tidak ada
tumbuhan di sana dengan diturunkannya air padanya.
2.
Menumbuhkan tetumbuhan yang berbeda-beda macam dan
ragamnya, bahkan mengeluarkan biji yang merupakan makanan bagimu dan binatang
ternakmu.
3.
Dalam tanah yang sudah ditanami akan
keluarlah hasilnya. Keluarlah biji-bijian ditanam biji korma yang membawa biji
pula. Ditanami biji-bijian yang lain, dia pun menumbuhkan buah dan menumbuhkan
biji yang jika ditanam akan tumbuh pula, sebab tanah sudah hidup. Tanah tidak
mati.
D.
Analisis
Berdasarkan
dari hasil penafsiran tematik mengenai pentingnya air hujan untuk
pertanian. Penulis merasa sangat tertarik dan mendapat banyak manfaat dari
hasil penafsiran ini karena dilihat dari penafsiran surat Yasin ayat 33-35 bahwasanya
air hujan bermanfaat untuk pertumbuhan segala macam tanaman.
Tanaman tidak dapat tumbuh jika tidak ada hujan. Tidak
saja tumbuhan, manusia, hewan, dan makhluk hidup lain juga membutuhkan air.
Dengan adanya hujan segala macam tumbuhan yang indah yang bermacam-macam akan
tumbuh. Dalam Al-Qur’an tidak hanya surat Yasin ayat 33-35 saja yang membahas
mengenai hujan ayat-ayat lain juga membahasnya seperti surat: Al-Baqarah: 22,
265, Al-An’am; 99, Al-A’raf :57, Yunus:
24, Ibrahim: 32, An-Nahl :10-11, 65,
Thaaha: 53, As-Sajdah:27, Fathir: 27, 57. Al-Hadid 57.
Dari tumbuhan yang ditanam akan menghasilkan hasil yang
dapat memenuhi kebutuhan pangan. Di Negari Arab Saudi makanan berupa Kurma, di
Asia seperti indonesia padi. Kemudian tanaman-tanaman lain ada yang
disebut dalam sejumlah ayat berdampingan dengan penyebutan kurma. Misalnya
anggur, disebut tidak kurang dari 9 kali berdampingan dengan kurma. Zaitun,
tidak kurang 5 kali disebut berdampingan dengan kurma. Delima disebut 3 kali
berdampingan dengan kurma, demikian pula biji-bijian.
Biji-bijian
(leguminosa) bahkan dalam dua ayat disebut mendahulu tumbuhnya kurma (QS
36:33 ; QS 6:99), karena dia berfungsi sebagi tanaman perintis yang mengikat
nitrogen dari udara. Dia mengantarkan lahan yang semula mati/gersang sampai
layak untuk ditumbuhi kurma dan kemudian juga tanaman-tanaman lainnya.
Ada
juga yang disebut tidak secara berdampingan tetapi masih dalam rangkaian
ayat-ayat yang membahas hal yang sama, sehingga masih dalam konteks yang sama.
Misalnya padi-padian yang melengkapi kebun kurma (QS 18:32) atau ditanam
sesudah kebun kurma memancarkan air – setelah tanah subur (QS 36:35), untuk
melengkapi kebutuhan tanaman pangan bagi manusia.
Jadi dengan
mengunakan tafsir tematik kita akan semakin mengetahui secara mendalam
pentingnya air tidak hanya dilihat berdasarkan satu ayat saja. Selain itu air
hujan juga bermanfaat untuk irigasi.
Daftar
Rujukan
Ahmad
Mushthafa Al-Maraghi, 1989. Tafsir Al Maraghi. Semarang: Cv Toha Putra.
Muhammad, Su’aib. 2013. Tafsir Tematik. Malang: Uin Press
Hamka. Tafsir Al-Azhar. Surabaya: Yayasan Latimojong.
Suwiknyo,
Dwi. 2010.“Kompilaasi tafsir Ayat-ayat Ekonomi Islam buku referensi program
studi ekonomi islam” Yogyakarta. hal. 204
Syekh Tanthawi Jauhari, 1984. Qur’an &Ilmu pengetahuan
modern. Surabaya:Al-Ikhlas.
Hajj Ahmad, Yusuf. 2008. Seri kemukjizatan Al-Qur’an
dan Sunah.Yogyakarta: Sajadah Press.
http://jenis-jenismakalahsistempertanian.blogspot.co.id/2014/01/makalah-pertanian
modern.html, dikutip tgl 12/12/2015, pukul
20.15
http://www.matapencaharian.com/profesi-petani-menurut-pandangan-islam.html, dikutip pada tanggal 13/12/2015, pukul 22.15
[2]http://jenis-jenismakalahsistempertanian.blogspot.co.id/2014/01/makalah-pertanian
modern.html, dikutip tgl 12/12/2015, pukul 20.15
[3] http://www.matapencaharian.com/profesi-petani-menurut-pandangan-islam.html,
dikutip pada tanggal 13/12/2015, pukul 22.15
[4] Ahmad Mushthafa Al-Maraghi,
1989. Tafsir Al Maraghi. Semarang: Cv Toha Putra. Hal.8
[5] Ibid, hal 46
[6] Ibid, hal 49
[7] Ibid, hal.50
[8] Suwiknyo, Dwi. 2010.“Kompilaasi
tafsir Ayat-ayat Ekonomi Islam buku referensi program studi ekonomi islam”
Yogyakarta. hal. 204
[9] Ibid. Hal. 205-206
[10] Al-Qur’an, 2 (al-Baqarah): 22,
265, 6. (Al-An’am); 99, 7 (Al-A’raf):57,
10. (Yunus): 24, 14.(Ibrahim): 32, 16. (An-Nahl):10-11, 65, 20. (Thaaha): 53,
32. (As-Sajdah):27, 35. (Fathir): 27, 57. (Al-Hadid) 57.
[11] Suwikno, hal. 205
[12]file:///C:/Users/Nisfa/Documents/16.%20KEUTAMAAN%20PETANI%C2%A0MUSLIM%20_%20PERTANIAN%20DAN%20ISLAM.htm
[13] Tafsir Al azhar, hal.45.
[14] Qs. Al-baqarah: 266, Qs.
Al-Anam: 99, Qs. Al-mukminun: 23, Qs. Ar-Rum:46, Qs. Al-Qaff:9.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar